Tidak ada yang boleh melupakan sejarah dan kita harus menghormati beliau, para veteran
Surabaya (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menyatakan "Drama Kolosal Refleksi Perobekan Bendera" yang digelar di Jalan Tunjungan atau depan Hotel Majapahit, Minggu sore, sebagai upaya meningkatkan rasa nasionalisme kepada masyarakat.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, gelaran teatrikal sebagai gambaran perjuangan arek-arek Surabaya dalam upaya mempertahankan kedaulatan negara, melalui peristiwa perobekan bendera Belanda, pada 19 September 1945.

"Jiwa filosofinya, bagaimana rakyat Surabaya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan gagah dan berani merobek warna biru pada bendera Belanda, sehingga hanya ada warna merah putih," kata Eri seusai acara teatrikal.

Baca juga: Menumbuhkan nasionalisme religius di kalangan ASN 

Menurut dia, peristiwa perobekan bendera merupakan salah satu hal penting yang mewarnai perjalanan bangsa Indonesia.

Para pemuda, khususnya di Kota Surabaya diminta selalu mengingat sejarah perjuangan yang sudah dilakukan oleh para pahlawan.

"Tidak ada yang boleh melupakan sejarah dan kita harus menghormati beliau, para veteran," ujarnya.

Eri berpesan perjuangan di era modern tidak melawan penjajah, namun harus bergotong royong menjaga kedaulatan dan merampungkan persoalan yang dihadapi oleh Indonesia.

"Sekarang sudah merdeka jangan gegeran, jangan merasa paling pintar, paling sempurna, jangan senang menyalahkan orang lain. Ini diajarkan sama para veteran, kita harus tetap menyatu menjaga NKRI," katanya.

Baca juga: Said Aqil: Spirit nasionalisme religius harus terus dijaga

Berdasarkan data dari Pemkot Surabaya teatrikal perobekan bendera Belanda melibatkan 1.360 peserta yang datang dari berbagai kalangan, mulai pelajar, mahasiswa, hingga komunitas.

Sementara, Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya Yusuf Masruh menyebut, total 300 pelajar dari SD dan SMP di wilayah setempat dilibatkan dalam acara tersebut, baik berperan sebagai pejuang, pemain musik, dan penari.

Dia menyebut dilibatkannya para pelajar SD dan SMP dalam agenda ini semata untuk meningkatkan rasa cinta Tanah Air.

"Alhamdulillah ini aktivitas untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dan kreativitas anak, mereka bisa berkolaborasi dengan peserta yang lebih dewasa," ujarnya.

Liputan ANTARA, agenda tahunan di Kota Surabaya itu mampu menyedot perhatian masyarakat, tak hanya warga setempat namun ada sejumlah turis asing yang turut menyaksikan jalannya acara.

Baca juga: Ratusan lansia di Bali tampilkan atraksi seni bangkitkan nasionalisme

Pembukaan acara ditandai dengan bunyi tiga kali suara sirine dari sejumlah pengeras suara yang terpasang di depan hotel tersebut, tepatnya pada sekitar pukul 15.10 WIB.

Kemudian, puluhan pemeran pasukan kolonial melintas di Jalan Tunjungan dengan mengendarai tiga kendaraan roda empat dan satu kendaraan roda dua model klasik.

Terdapat juga sekitar delapan pemeran tentara Belanda dan belasan pemeran warga Belanda lengkap mengenakan setelan pesta mengiringi iring-iringan kendaraan tersebut.

Mereka kemudian berhenti di depan Hotel Majapahit untuk melakukan perayaan dengan konsep pesta dansa.

Baca juga: Film Jenderal Soedirman ingatkan generasi muda semangat nasionalisme

Tak berselang lama, puluhan pemeran yang merepresentasikan pejuang kemerdekaan masuk dengan mengenakan pakaian putih dan celana hitam, ada juga diantaranya nampak mengenakan pakaian motif lurik hingga kebaya.

Prosesi perobekan warna biru pada bendera Belanda terjadi setelah adanya konflik kedua belah pihak, kemudian sejumlah pemeran warga Surabaya memasang tangga bambu untuk memanjat dinding hotel.

Setibanya di atas gedung, dua orang pemeran pejuang menurunkan bendera Belanda, lalu menyobek warna biru.

Tak berselang lama suara tembakan terdengar, dua orang yang sebelumnya berada di atas gedung tertunduk dan tewas.

Teatrikal itu kemudian ditutup dengan digotongnya dua tubuh pejuang sembari diiringi lagu berjudul "Berkibarlah Bendera Negeriku".

Baca juga: Mendes PDTT: Semangat nasionalisme keluarga Kemendes semakin tinggi

Pewarta: Abdul Hakim/Ananto Pradana
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023