Beijing (ANTARA) - Tim peneliti China memperkirakan bahwa 2023 berpotensi menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan, sementara 2024 mungkin lebih panas lagi, demikian analisis kumpulan data (dataset) yang dikembangkan.

Penelitian yang dipublikasikan pada Selasa (19/9) di jurnal Advances in Atmospheric Sciences itu dilaksanakan oleh tim peneliti dari School of Atmospheric Sciences di bawah Universitas Sun Yat-sen di Guangzhou, China.

Dengan menganalisis dataset China global Merged Surface Temperature 2.0 (CMST 2.0), tim itu menemukan bahwa tahun 2023 mengalami paruh pertama terpanas ketiga sejak pencatatan dimulai.

Suhu permukaan laut (sea surface temperature/SST) rata-rata global melonjak ke titik tertinggi sepanjang sejarah pencatatan pada April.

Sementara itu, suhu udara daratan rata-rata global juga mengalami tren yang sama, meningkat ke level bulanan tertinggi kedua pada Juni. Kombinasi ini menjadikan Mei sebagai bulan terpanas yang pernah tercatat untuk suhu permukaan rata-rata global, papar penelitian tersebut.

Lebih lanjut penelitian itu mengungkap bahwa suhu global terus meningkat hingga paruh kedua 2023, yang didorong oleh berbagai faktor termasuk El Nino dan kebakaran hutan yang meluas. SST rata-rata global dan suhu daratan rata-rata global mencapai titik tertinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya pada Juli.

Para peneliti kemudian memprediksi bahwa 2023 akan menjadi tahun terpanas dalam sejarah, sementara 2024 berpotensi mengalami suhu permukaan global yang lebih tinggi, berdasarkan lintasan El Nino saat ini dan hasil perkiraan jangka pendek El Nino, serta fase yang sangat positif dari Osilasi Multidekade Atlantik (Atlantic Multidecadal Oscillation/AMO), yang sangat memengaruhi suhu permukaan global.

Penelitian itu menunjukkan bahwa seiring dengan semakin cepatnya pemanasan global, kemungkinan terjadinya peristiwa cuaca ekstrem dan bencana pun meningkat, sehingga memerlukan tindakan segera.

"Seiring dengan suhu global yang terus memecahkan rekor, jelas bahwa diperlukan upaya secepatnya dan berkelanjutan guna memitigasi dampak yang menghancurkan dari perubahan iklim," kata Li Qingxiang, penulis koresponden sekaligus profesor di Universitas Sun Yat-sen.

Dataset CMST 2.0, yang dikembangkan oleh tim Li, mengintegrasikan data suhu darat-udara global selama lebih dari satu abad, sehingga menghasilkan sumber daya yang sangat berharga bagi para ilmuwan dan pembuat kebijakan di bidang iklim.

Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2023