Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi menunda sidang lanjutan uji materi Perkara Nomor 78/PUU-XXI/2023 yang diajukan Haris Azhar, Fatiah Maulidiyanti, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI).

Sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan DPR RI dan Presiden tersebut ditunda karena kepaniteraan MK mendapat surat dari DPR RI dan pemerintah yang diwakili Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).

“Berdasarkan surat dari DPR RI dan Kementerian Hukum dan HAM meminta perkara ini ditunda,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam persidangan di Gedung MK RI, Jakarta, Rabu.

Anwar Usman kemudian meminta konfirmasi kepada pihak kuasa Presiden terkait surat penundaan sidang lanjutan tersebut. Kemudian, pihak kuasa Presiden membenarkan hal itu.

“Iya betul, Yang Mulia, karena kami belum siap untuk memberikan keterangan Presiden berdasarkan rapat antarkuasa. Terima kasih, Yang Mulia,” kata perwakilan kuasa Presiden.

Oleh karena itu, kata Ketua MK, sidang uji materi yang diajukan Haris, Fatiah, dan kawan-kawan akan dilanjutkan pada Senin (9/10).

“Baik, dari DPR RI juga begitu. Jadi, demikian, ya, para pemohon. Sidang ini tidak bisa dilanjutkan, untuk itu sidang ditunda pada hari Senin, 9 Oktober 2023, pukul 11.00 WIB,” kata Anwar Usman.

Namun sebelum menutup sidang, Ketua MK mempersilakan pihak pemohon untuk berbicara. Haris, selaku Pemohon I, memohon kepada majelis hakim konstitusi untuk memberikan konteks pertimbangan dan konteks waktu terkait pasal yang dimohonkan uji materinya.

Menurut dia, hal itu untuk menjadi bekal bagi dirinya dan Fatiah yang saat ini merupakan terdakwa dan sedang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Baca juga: Sidang lanjutan Haris-Fatia dengarkan keterangan hasil riset KBI
Baca juga: Sidang lanjutan Haris-Fatia hadirkan dua periset sebagai saksi


“Penting kiranya saya bermohon di sini kepada majelis Yang Mulia untuk bisa atau mampu memberikan konteks, tidak hanya pada pertimbangan tetapi juga dalam konteks waktu, sehingga bisa menjadi bekal untuk proses yang kami sedang jalani di pengadilan negeri,” kata Haris.

Lebih lanjut, dia mengatakan pasal-pasal yang diuji tersebut adalah materi perundangan yang telah kehilangan konteks secara historis. Untuk itu, dia berharap majelis memeriksa materi pasal secara kontekstual dan melihat pada sisi historisitas pasal tersebut.

“Harapannya agar proses demokrasi, proses kebebasan berekspresi tetap terjaga dengan baik, tapi tidak juga diganggu. Di satu sisi memang ada permintaan untuk tidak dipakai berlebihan, tetapi di sisi yang lain pengguna kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi juga tidak terancam,” katanya.

Dalam perkara ini, para pemohon mengajukan uji materi Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana; Pasal 310 Ayat (1) KUHP; dan Pasal 27 Ayat (3) juncto Pasal 45 Ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Haris dan Fatiah, selaku pemohon I dan pemohon II, menilai pasal-pasal yang diuji telah merugikan hak konstitusionalnya karena keberadaan pasal-pasal tersebut menghambat dan mengkriminalisasi mereka.

“Hambatan yang dimaksud adalah penggunaan pasal-pasal a quo sebagai alat untuk melaporkan atau mengkriminalisasi pihak yang kritis terhadap pejabat negara maupun kebijakan pemerintah,” demikian dikutip dari dokumen perbaikan permohonan Perkara Nomor 78/PUU-XXI/2023 yang diunduh dari laman resmi MK RI, Rabu.

Oleh karena itu, pada petitum dalam pokok perkara, para pemohon meminta mahkamah menyatakan seluruh pasal tersebut bertentangan dengan UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Selain itu, para pemohon juga mengajukan petitum provisi, yakni meminta agar mahkamah menerima dan mengabulkan permohonan untuk memerintahkan PN Jaktim menghentikan dan menunda pemeriksaan perkara yang menyeret nama Haris dan Fatiah, sampai dengan pengujian materi di MK diputus.

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023