Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menekankan pentingnya akurasi data penerima bantuan langsung petani (BLP) agar masalah tidak tepatnya data pada skema pemberian subsidi pupuk tidak terulang.

Dalam rapat koordinasi di Jakarta, Kamis, Moeldoko mengatakan percepatan penyaluran BLP harus dibarengi dengan verifikasi dan sinkronisasi data penerima manfaat agar benar-benar tepat sasaran.

“Selama ini tidak jelas subsidi diberikan kepada pemilik atau penggarap,” kata Moeldoko dalam keterangan diterima di Jakarta.

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah mengamanatkan perubahan skema subsidi pupuk menjadi bantuan langsung petani (BLP). Bantuan tersebut nantinya akan ditransfer langsung ke petani melalui rekening perbankan atau dompet digital milik petani.

Moeldoko mengatakan akurasi data dibutuhkan sebagai basis penetapan kriteria kelompok sasaran atau penerima manfaat. Saat ini disepakati, bahwa BLP ditujukan bagi petani kecil. Namun belum ada kejelasan tentang definisi petani kecil tersebut.

“Apakah petani penggarap, buruh, atau petani penggarap sekaligus pemilik lahan,” ujarnya.

Menurut Moeldoko, hasil sinkronisasi dan verifikasi data menjadi dasar penetapan besaran bantuan. Karena itu, perlu ditentukan apakah besaran bantuan didasarkan pada luas lahan atau elemen lainnya.

Baca juga: Moeldoko: Perubahan aturan ekspor-impor bukan untuk kepentingan Jokowi
Baca juga: Moeldoko: RI-China perlu saling belajar teknologi tani


“Saya berharap sebelum BLP ini diujicobakan, data harus clear. Untuk itu, kita bentuk task force (satuan tugas) yang fokus mengelola data-data dari berbagai kementerian,” kata dia.

“Memang tidak mudah karena antara data satu kementerian dengan kementerian lain pasti berbeda. Tapi ini bisa dikompromikan,” ujarnya.

Dari hasil monitoring dan evaluasi Kantor Staf Presiden, katanya, alokasi anggaran pupuk bersubsidi mengalami tren peningkatan menjadi Rp25,3 triliun pada 2023.

Namun, ujar dia, peningkatan tersebut tidak dibarengi dengan realisasi penyaluran pupuk bersubsidi. Selama periode 2020 hingga 2022 tren penyaluran terus menurun yakni dari 8,6 juta ton turun menjadi 7,4 juta ton.

Hal ini, kata dia, menjadi salah satu penyebab produktivitas (padi) stagnan antara 5,1 ton/hektare hingga 5,2 ton/hektare selama 2012 - 2022.

“Dengan BLP harapannya produktivitas kita kembali meningkat karena tujuan perubahan skema subsidi pupuk ini membantu daya beli petani kecil untuk memperoleh pupuk,” kata Moeldoko.

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023