dibutuhkan untuk memberikan perlindungan kepada pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan industri dalam negeri
Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya menyebutkan adanya aturan terkait pengendalian niaga elektronik atau "e-commerce" berbasis media sosial memberikan perlindungan kepada pelaku usaha dalam negeri.

Peneliti senior PPKE FEB Universitas Brawijaya Joko Budi Santoso kepada ANTARA di Kota Malang, Jawa Timur, Senin, mengatakan bahwa rencana pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menyiapkan aturan untuk pengendalian niaga elektronik merupakan kebutuhan mendesak.

"Kebutuhan mendesak untuk merevisi aturan atau menerbitkan aturan baru untuk mengatur niaga elektronik, dibutuhkan untuk memberikan perlindungan kepada pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan industri dalam negeri," kata Joko Budi.

Ia menjelaskan revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik harus segera dilakukan.

Menurutnya, dengan adanya perlindungan kepada pelaku UMKM dan industri dalam negeri, pada akhirnya juga mampu sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan negara, mengingat sektor "e-commerce" berbasis media sosial juga harus mengikuti aturan perpajakan.

Baca juga: Jokowi sebut dampak TikTok Shop buat UMKM hingga pasar anjlok

Baca juga: Teten: Menteri Koperasi tak bisa tutup TikTok Shop


"Kebijakan itu juga akan memberikan perlindungan pada konsumen terkait kualitas produk yang aman seperti penerapan sertifikasi BPOM, sertifikasi halal dan sertifikasi produk impor lainnya," katanya.

Ia menambahkan, perlindungan kepada pelaku UMKM dan industri dalam negeri tersebut perlu dilakukan mengingat kemampuan produksi negara besar seperti China untuk memasok barang ke Indonesia melalui e-commerce berbasis media sosial, sangat besar dengan harga murah.

"Algoritma TikTok juga dapat berpengaruh secara psikologis kepada perilaku masyarakat dari berbelanja 'offline' menjadi 'online', karena sering munculnya iklan produk dan tren produk tersebut," katanya.

Keberadaan aplikasi TikTok yang merupakan e-commerce berbasis media sosial tersebut, memang memberikan dua sisi yang saling bertolak belakang. Sisi pertama, keberadaan TikTok bisa memperluas pemasaran produk UMKM dengan biaya cukup murah.

Namun, pada sisi lain, bisa menjadi musibah bagi pelaku UMKM jika tidak mampu adaptif terhadap perkembangan teknologi yang sangat cepat, termasuk meredupnya industri dalam negeri yang tidak mampu bersaing dengan produk murah buatan China.

"Dampak lain, meredupnya industri dan UMKM dalam negeri ketika harga produknya kalah bersaing dengan produk impor dari China," katanya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa dampak bisnis e-commerce, salah satunya TikTok Shop, telah membuat penjualan serta produksi di lingkup usaha mikro, kecil dan menengah hingga pasar konvensional anjlok.

Presiden menilai seharusnya TikTok berperan hanya sebagai media sosial, bukan ekonomi media. Karena persaingan harga di e-commerce tersebut, Presiden menegaskan bahwa Pemerintah telah menyiapkan aturan untuk mengendalikan niaga elektronik.

Kementerian Perdagangan menyatakan terkait aturan detail mengenai aktivitas bisnis TikTok Shop akan dimasukkan dalam revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020.

Kemendag menegaskan tidak melarang TikTok Shop di Indonesia, namun akan mengatur aturan bisnis yang setara dengan platform lainnya.

Baca juga: Pedagang di Tanah Abang sebut terbantu dengan TikTok Shop

Baca juga: Aturan baru perdagangan digital lindungi UMKM, konsumen dan e-commerce


Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023