Kami tetap berpandangan bahwa dolar tidak mungkin melemah secara signifikan sampai penurunan suku bunga The Fed benar-benar terjadi
Singapura (ANTARA) - Dolar berada pada level tertinggi dalam 10 bulan terhadap sejumlah mata uang utama lainnya di awal sesi Asia pada Selasa pagi, didukung oleh imbal hasil (yield) obligasi AS yang mencapai puncaknya dalam 16 tahun, sementara yen semakin masuk ke zona bahaya intervensi.

Kombinasi dari data ekonomi yang tangguh, retorika Federal Reserve yang hawkish, dan defisit anggaran yang dibiayai dengan pinjaman membuat imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun naik lebih dari 45 basis poin pada September menjadi 4,5 persen untuk pertama kalinya sejak tahun 2007.

Pasar memperkirakan hampir 40 persen risiko kenaikan suku bunga The Fed tahun ini, dibandingkan dengan kemungkinan yang lebih kecil untuk kenaikan suku bunga lagi di Eropa, dan perbedaan tersebut telah membantu menopang dolar yang banyak orang perkirakan akan segera turun begitu suku bunga jangka pendek mencapai puncaknya.

Ketika imbal hasil AS naik, euro kehilangan 0,5 persen semalam, mencapai titik terendah enam bulan di 1,0575 dolar dan menuju penurunan kuartalan terburuk dalam setahun, jatuh sekitar 3,0 persen.

Sterling juga diperkirakan akan menghentikan kenaikan tiga kuartalnya, dengan penurunan sebesar 3,8 persen selama tiga bulan hingga September. Mata uang ini jatuh ke level terendah enam bulan di 1,2195 dolar AS semalam dan diperdagangkan hanya sedikit di atas level tersebut di awal sesi Asia.

Indeks dolar AS menyentuh level tertinggi sejak November di 106,1. "Dari sini indeks ini mengincar level di sekitar 107,20," kata analis di bank Westpac Australia.

"Hanya sedikit mata uang yang akan menolak tema ketahanan makro dolar yang bullish dan euro serta yuan China terlihat lebih rentan dibandingkan kebanyakan mata uang lainnya." Pekan lalu terdapat lebih banyak tanda bahwa bank sentral selain The Fed sudah mencapai akhir siklus kenaikan suku bunganya.

Franc Swiss telah jatuh melewati rata-rata pergerakan 200 hari dan mencapai titik terendah sejak Juni setelah bank sentral secara mengejutkan mempertahankan suku bunga jangka pendeknya.

Yen perlahan tapi pasti merosot menuju angka 150 per dolar karena para pengambil kebijakan terjebak dalam pengaturan yang sangat longgar. Tingkat psikologis ini dipandang sebagai garis merah bagi Kementerian Keuangan, yang telah meningkatkan peringatan mengenai kemungkinan intervensi dalam beberapa pekan terakhir.

Para pedagang menantikan pertemuan para pemimpin politik dan pejabat Bank Sentral Jepang (BoJ) pada Selasa. Yen mencapai 148,97 terhadap dolar pada Senin (25/9) dan terakhir diperdagangkan pada 148,72.

Meningkatnya harga komoditas telah memberikan dukungan terhadap mata uang antipodean, meskipun sebagian besar mata uang tersebut cenderung sideways selama sekitar sebulan terakhir.

Aussie terakhir stabil di 0,6417 dolar AS dan kiwi di 0,5962 dolar AS. Yuan China bertahan di 7,3146 dalam perdagangan luar negeri dan berada di bawah tekanan dari kekhawatiran baru bahwa pasar properti akan menelan pertumbuhan ekonomi.

Data kepercayaan konsumen dan penjualan rumah AS akan dirilis pada Selasa, dengan sedikit pelemahan terlihat di kedua sisi meskipun terdapat keraguan bahwa hal tersebut dapat melemahkan dolar.

“Bahkan jika perekonomian AS sedang menuju perlambatan, dolar dapat mendapat dukungan dari permintaan safe haven mengingat kekhawatiran luas atas lemahnya pertumbuhan global,” kata ahli strategi valuta asing senior di Rabobank, Jane Foley.

“Kami tetap berpandangan bahwa dolar tidak mungkin melemah secara signifikan sampai penurunan suku bunga The Fed benar-benar terjadi,” katanya. "Kami saat ini melakukan perdagangan cukup dekat dengan target euro/dolar 1,06 dolar yang telah lama kami pegang. Kami melihat risiko penurunan terhadap hal ini."

Baca juga: Dolar AS menguat karena kebijakan Fed tetap “hawkish“

Baca juga: Penurunan yen picu ancaman intervensi, dolar menguat di awal sesi Asia

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2023