Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Silmy Karim menegaskan Indonesia bukan merupakan destinasi pelarian bagi pelaku kejahatan dari negara lain.

"Kami pastikan bahwa Indonesia bukan tempat persembunyian pelaku kejahatan dari negara lain," kata Silmy Karim di Jakarta, Rabu.

Dia menjelaskan jika ada permintaan dari negara lain untuk melakukan pencarian terhadap warga negaranya yang merupakan pelaku kejahatan, maka akan ditindaklanjuti secara langsung.

Baca juga: Imigrasi terbitkan golden visa pertama untuk pendiri ChatGPT

Silmy menegaskan pihaknya menjadikan pencarian warga negara asing (WNA) yang tersangkut kasus pidana itu sebagai indikator kinerja utama (KPI) di Ditjen Imigrasi Kemenkumham. Hal itu diterapkan di Direktorat Intelijen Keimigrasian dan Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian.

"Ini yang kami bebankan kepada mereka," tambahnya.

Dengan demikian, upaya penangkapan WNA pelaku kejahatan yang lari ke Indonesia berjalan dengan baik.

Imigrasi pun telah menangkap sejumlah WNA tersangkut kasus pidana yang masuk daftar pencarian orang (DPO) dari China, seperti dua pelaku pembunuhan yang DPO sejak 2004 berinisial WJ dan WC (41) serta WNA terlibat kasus pembunuhan berinisial CX yang masuk DPO selama 17 tahun.

Baca juga: Dirjen Imigrasi punya sistem kenali wajah buronan

Selain itu, ada pula beberapa pelaku kejahatan ekonomi, seperti WQ yang masuk DPO selama tujuh tahun berinisial, DW dan LX masuk DPO selama delapan tahun, serta TJ. Ada pula pelaku kejahatan ekspor dan impor berinisial WL.

"Seluruhnya merupakan permintaan dari negara yang bersangkutan; ada informasi dan langsung kami tindaklanjuti," kata Silmy.

Kinerja Ditjen Imigrasi Kemenkumham itu dapat membuktikan Indonesia semakin baik dalam pelayanan kerja sama dan hubungan antarnegara.

"Ini baik untuk image Indonesia di dunia internasional," ujarnya.

Baca juga: Dirjen: Golden visa untuk datangkan WNA berkualitas ke Indonesia

Pewarta: Mario Sofia Nasution
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023