Itu salah satu terobosan Pemprov Jatim yang cukup strategis karena sejauh ini pengolahan dan penimbunan limbah B3 hanya ada di Cileungsi, Jawa Barat
Surabaya (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) menyiapkan pengolahan limbah bahan baku berbahaya dan beracun (B3) terbesar di Indonesia Timur.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jatim, Jempin Marbun, dalam keterangannya yang diterima di Surabaya, Kamis, mengatakan, PT Pratama Jatim Lestari (PJL) selaku anak perusahaan Badan Usaha Milk Daerah (BUMD) Jatim Grha Utama (JGU) membantu pemerintah untuk menyukseskan Program Net Zero Waste pada 2030.

"Itu salah satu terobosan Pemprov Jatim yang cukup strategis karena sejauh ini pengolahan dan penimbunan limbah B3 hanya ada di Cileungsi, Jawa Barat," katanya.

Dengan adanya PT PJL, kata dia, Jatim memiliki potensi mengolah limbah B3 baik untuk wilayah Jatim maupun Indonesia Timur.

"Ada sejumlah manfaat yang akan diperoleh dengan keberadaan PJL ini, yang pertama pengolahan limbah B3 di Jatim akan lebih murah karena jarak tempuh lebih dekat.," katanya. Selain itu memunculkan lini bisnis baru serta menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jatim.

Baca juga: Ketua DPD RI dukung PT PJL jadi pusat pengolahan limbah B3

Jempin menegaskan sebenarnya dalam aturan yang ada seluruh industri yang menghasilkan limbah B3 harus memindahkan dan mengolah limbah tersebut. Tetapi, lanjutnya, sering dijumpai oknum yang ternyata hanya memindahkan limbah tanpa melakukan pengolahan, padahal itu sangat berbahaya.

"Tetapi tidak semua limbah yang dikumpulkan itu sampai di sana, ada yang dibuang di tempat lain karena biaya besar. Harapan dengan adanya PT PJL semua akan taat dan tidak ada alasan jauh atau biaya yang tinggi," ucap Jempin.

Sementara itu Wakil Ketua komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jatim Muhammad Ashari menilai PT PJL ini akan menjadi primadona pengolahan limbah yang cukup strategis untuk Timur, seperti Bali, NTB, NTT hingga Papua. "Ini akan menjadi lahan baru untuk meningkatkan PAD Jatim," ujarnya.

Namun ia memberi masukan terkait ketersediaan air bersih di sana, meskipun saat ini masih terlihat cukup. "Untuk satu fasilitas pengolahan membutuhkan 10 liter per detik. Tetapi untuk pengembangan selanjutnya harus dicarikan sumber air bersih yang cukup besar," katanya.

Oleh karena itu ia mengusulkan ada kerja sama dengan dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Mojokerto terkait air. 

Baca juga: KLHK: Perlu solusi pengolahan limbah B3 yang tepat untuk Indonesia

Pewarta: Abdul Hakim/Naufal Ammar Imaduddin
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023