Satu keunggulan batik ini jauh dari zat-zat kimia dan sangat ramah dengan lingkungan.
Kulon Progo (ANTARA) - Kelompok Batik Ecoprint Hargomulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mempromosikan dan menjual batik ecoprint melalui media sosial dengan sasaran pembeli dari luar wilayah tersebut.

Wakil Ketua Kelompok Batik Ecoprint Hargomulyo Diana Rahmawati, di Kulon Progo, Selasa, mengatakan batik ecoprint tidak tembus pasar lokal karena masyarakat beranggapan harganya terlalu mahal.

Satu lembar batik ecoprint ukuran dua meter berkisar Rp200 ribu hingga Rp300 ribu.

"Pasar batik ecoprint berasal dari luar Kulon Progo. Untuk itu, kami lebih menekan penjualan secara daring atau penjualan secara digital," kata Diana.

Ia mengatakan Batik Ecoprint Hargomulyo berdiri pada awal 2020, sehingga pada saat pandemi COVID-19, pemasaran batik ecoprint melalui media sosial.

"Kemudian, Batik Ecoprint Hargomulyo melakukan berbagai inovasi supaya batik bisa diterima pasar luas," katanya lagi.

Batik ecoprint ini adalah batik yang dibuat menggunakan pewarna alami dari tanin atau zat warna daun, bunga, akar atau batang. Kain yang digunakan umumnya menggunakan serat alami, sehingga warna tanin daun mampu meresap sempurna dan tahan lama.

Penggunaan pewarna alam ini juga melalui proses yang lumayan rumit, sehingga tidak muncul risiko kesehatan seperti alergi.

"Satu keunggulan batik ini jauh dari zat-zat kimia dan sangat ramah dengan lingkungan," katanya pula.

Diana mengatakan kain batik ecoprint ini memiliki banyak varian warna dan motif, sehingga bisa dibuat pakaian, scarf, tas dan produk kerajinan lainnya.

"Kelompok kami terbentuk pada tahun 2020 dari sebuah pelatihan PKK di Kapanewon, sekarang anggota aktif ada 22 orang, mereka memproduksi batik setiap hari," katanya.

Koordinator Produksi Ecoprint Hargomulyo Tri Juminingsih menambahkan kapasitas produksi saat ini bisa 20 kain per hari, adapun motifnya cukup beragam, motif yang seragam biasanya dibuat jika ada pesanan.

"Kendala sejauh ini pemasaran, karena batik ini memang relatif mahal, target pasarnya kalangan menengah ke atas, yang bikin mahal itu prosesnya, cukup rumit," katanya lagi.

Menurutnya, untuk proses intinya menggunakan pewarna alam, bahan baku lain ada kain, sementara bahan baku utama daun, akar dan bunga. Proses satu kain batik ecoprint membutuhkan waktu sekitar 10 hari, alasannya supaya warnanya benar-benar meresap dan tidak gampang pudar atau terkunci.

Batik ecoprint dipilih karena ramah lingkungan dan bahan bakunya banyak tersedia di alam. Berbagai jenis tanaman dan daun banyak yang bisa dimanfaatkan.

"Bahkan kadang juga mengambil limbah gergaji kayu, serbuknya bisa jadi bahan pewarna," kata dia.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Kulon Progo Agung Kurniawan mengatakan Diskominfo bersama Paguyuban Wartawan Kulon Progo menggali potensi lokal untuk diberitakan, sehingga mengangkat potensi daerah.

"Diskominfo Kulon Progo mengadakan pers tour lokal menggali potensi lokal untuk diangkat supaya dikenal masyarakat luas," katanya pula.
Baca juga: Sandiaga bakal promosikan Jember sebagai pusat batik ecoprint
Baca juga: Pertagas gandeng Kemenparekraf gelar pelatihan batik ecoprint di Kukar

Pewarta: Sutarmi
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023