Kilang kami masih beroperasi dengan baik, meskipun berusia tua lebih dari satu abad....
Palembang (ANTARA) - Kilang Pertamina Plaju di Kota Palembang, Sumatera Selatan merupakan kilang minyak tertua di Tanah Air, dalam usia lebih dari 100 tahun atau satu abad hingga 2023 ini masih beroperasi dengan baik.

"Kilang kami masih beroperasi dengan baik, meskipun berusia tua lebih dari satu abad tetap memproduksi berbagai jenis bahan bakar minyak untuk kendaraan bermotor di darat, kapal, dan pesawat udara," kata Area Manager Communication, Relations & CSR Siti Rachmi Indahsari, di Palembang, Selasa.

Dia menjelaskan, Kilang Pertamina Plaju saat ini beroperasi dengan kapasitas produksi lebih dari 80 milles/thousand barrels per stream day (MBSD).

Berbagai produk bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar khusus (BBK) serta produk turunan lainnya diolah di kilang tersebut, dan memenuhi 60 persen kebutuhan energi di wilayah Sumatera bagian selatan (Sumbagsel).

“Saat ini kilang kami memproduksi pertalite, solar, biosolar, avtur, dexlite, marine fuel oil (MFO) low sulphur. Selain produk BBM, Kilang Pertamina Plaju juga memproduksi LPG, dan beberapa produk lain, seperti SBPX, LAWS, Vacuum Residue, Polytam serta produk Refrigerant Musicool MC-22,” ujar Rachmi.

Dia menjelaskan, berbicara soal minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia, ada sejarah panjang yang tak bisa dilepaskan dalam pertumbuhan industrinya, salah satunya proses pengolahan minyak mentah (crude) menjadi berbagai produk jadi.

Jika merujuk sejarah pada buku Pertamina: Indonesian National Oil yang ditulis oleh Anderson G Barlett, ada kilang minyak yang didirikan perusahaan asal Belanda, Shell di Kota Palembang sekitar tahun 1904, beberapa puluh tahun sebelum Indonesia merdeka sebagai sebuah negara.

Setelahnya, perusahaan Stanvac asal Amerika Serikat, juga mendirikan kilang minyak di Sungai Gerong pada 1926, posisinya berdekatan dengan Kilang Plaju hanya dipisahkan oleh Sungai Komering.

Dua kilang itu bertugas menampung minyak mentah dari sumur minyak dari daerah Prabumulih, Pendopo, dan sekitarnya untuk diolah menjadi bahan bakar bagi kendaraan-kendaraan militer Belanda saat itu.

Ketika Perang Dunia II berkecamuk, kehadiran Kilang Plaju dan Sungai Gerong menjadi amat penting, bahkan tentara Sekutu memanfaatkan kilang tersebut untuk menggerakkan alat tempur mereka melawan Jepang.

Meskipun pada akhirnya, tahun 1942, pasukan penerjun Jepang menyerbu Kilang Plaju dan berhasil membumihanguskan sebagian kilang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fachriansyah (2023), setelah Jepang kalah, dua kilang ini kembali dikuasai oleh Belanda, dan dinasionalisasi oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Perusahaan Nasional (PN) Pertamina yang membeli Kilang Plaju pada 1965.

PN Pertamina kemudian merger dengan PN Permina menjadi PN Pertamina, yang kemudian membeli kilang milik Stanvac di Sungai Gerong pada 1970.

Kilang itu awalnya didirikan pada masa kolonial Belanda dan telah mengalami berbagai perubahan dan modernisasi selama bertahun-tahun, dalam sejarahnya, Kilang Pertamina Plaju terus berkontribusi mendukung pasokan minyak dan produk-produk turunannya bagi masyarakat Indonesia, khususnya wilayah Sumbagsel, ujarnya pula.

Untuk mempertahankan kondisi Kilang Pertamina Plaju tetap beroperasi dengan baik, Rachmi mengatakan pihaknya berupaya menjaga keandalan peralatan dengan rutin melakukan perawatan.

Sebagai salah satu aset bersejarah yang terus beroperasi hingga saat ini, perawatan (maintenance) rutin Kilang Pertamina Plaju terus dilakukan demi menjaga keandalan operasionalnya.

"Kami mohon doa semua pihak dan lapisan masyarakat, agar Kilang Pertamina Plaju senantiasa diberikan keselamatan, dapat terus menjaga keandalan operasional, serta tetap dapat menyuplai energi terbaik untuk negeri,” kata Rachmi.
Baca juga: Dirut Pertamina akui usia kilang minyak tua

Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023