Beijing (ANTARA) - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin menyebut pihaknya ragu atas rencana Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk mengambil sampel air laut di dekat Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima pada pekan depan berjalan  efektif.

"Rencana pengumpulan sampel laut di dekat Fukushima minggu depan serta analisis laboratorium dan perbandingan sampel tersebut, hal ini sekali lagi dilakukan IAEA melalui pengaturan bilateral dengan Jepang sehingga tidak sesuai dengan aturan pemantauan internasional yang mengharuskan adanya partisipasi penuh dari semua pemangku kebijakan agar efektif dalam jangka panjang," kata Wang Wenbin  kepada media di Beijing, China pada Rabu (11/10).

IAEA dalam rilis resminya mengatakan tim pemantau IAEA akan mengumpulkan sampel air laut, sedimen dan ikan dari perairan di pesisir sekitar reaktor nuklir Fukushima pada 16-23 Oktober 2023.

Hal itu dilakukan pasca Tokyo Electric Power Company (TEPCO) melepaskan air limbah radioaktif tahapan kedua pada Kamis (5/10). Pembuangan air limbah pertama dimulai pada 24 Agustus hingga 11 September 2023.

Selama pembuangan itu, TEPCO mengatakan telah membuang 7.800 ton air yang telah diolah dari 10 tangki. Pada pelepasan kedua, TEPCO berencana untuk melepaskan 7.800 ton air yang telah diolah lagi ke Samudra Pasifik selama 17 hari.

"Sudah hampir dua bulan sejak Jepang mulai membuang air limbah. Komunitas internasional perlu segera membuat aturan pemantauan internasional dengan partisipasi substantif dari seluruh pemangku kepentingan termasuk negara-negara tetangga Jepang agar pemantauan dapat efektif dalam jangka panjang," ungkap Wang Wenbin.

IAEA, menurut Wang Wenbin, juga perlu memainkan perannya dan bekerja secara konstruktif dan meningkatkan tanggung jawabnya dalam mengawasi secara ketat pembuangan limbah ke laut.

"China mendesak Jepang untuk secara serius menanggapi kekhawatiran internasional dan secara serius membentuk aturan pemantauan internasional yang akan tetap efektif dalam jangka panjang," tambah Wang Wenbin.

Sekitar 1,34 juta ton air limbah radioaktif disimpan di sekitar 1.000 tangki di PLTN. Air limbah tersebut terakumulasi sejak PLTN tersebut lumpuh akibat gempa bumi dan tsunami pada tahun 2011.

TEPCO dan Pemerintah Jepang mengatakan pembuangan air ke laut tidak dapat dihindari karena tangki-tangki yang menampung air tersebut akan mencapai kapasitasnya pada awal tahun depan dan PLTN itu perlu dinonaktifkan. Prosesnya diperkirakan akan memakan waktu puluhan tahun.

Mereka mengatakan air tersebut diolah untuk mengurangi bahan radioaktif ke tingkat yang aman. Kemudian diencerkan dengan air laut hingga ratusan kali lipat sehingga jauh lebih aman daripada standar internasional.

Namun, beberapa ilmuwan mengatakan pelepasan bahan radioaktif tingkat rendah yang terus menerus belum pernah terjadi sebelumnya dan perlu dipantau secara ketat.

China telah melayangkan gugatan atas pengawasan Sekretariat IAEA atas pelepasan air limbah Jepang ke laut serta telah memberlakukan larangan pada impor hasil laut Jepang.

China menyebut meski dengan berbagai upaya pemurnian, alir limbah Fukushima masih mengandung berbagai bahan radioaktif seperti carbon-14, cobalt-60, strontium-90, iodine-129 dan caesium-137.

Baca juga: China gugat IAEA atas pengawasan pembuangan air nuklir Jepang ke laut
Baca juga: China harap Jepang jelaskan soal limbah Fukushima di ASEAN Plus Three
Baca juga: China enggan gabung ke kelompok pemantau pembuangan limbah nuklir

 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023