Jakarta (ANTARA) - Deputi Pencegahan Badan Narkotika Nasional (BNN) Richard M. Nainggolan menyebut perlu adanya rekonstruksi hukum Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, khususnya mengenai rehabilitasi dalam penyalahgunaan narkotika.

"Rekonstruksi. Sudah sesuai, hanya kita tata lagi, supaya sesuai dengan tujuan daripada dibentuknya undang-undang tersebut," kata Richard usai Ujian Terbuka Promosi Doktor Pascasarjana Program Studi Hukum di Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, Kamis.

Berangkat dari permasalahan itu, Richard mengangkat topik rekonstruksi pengaturan tanggung jawab negara terhadap rehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika bernilai keadilan menuju pembangunan berkelanjutan sebagai disertasinya.

"Saya menawarkan salah satunya melihat dari sisi konstruksi hukumnya. Nah, konstruksi hukum ini juga harus diperbaiki, makanya harus direkonstruksi, sehingga kita bisa nanti menyelesaikan masalah narkotika ini,” papar Deputi Pencegahan BNN.

Menurut Richard, Undang-Undang Narkotika belum sepenuhnya tegas dan rinci mengatur rehabilitasi penyalahguna atau pun korban penyalahgunaan narkotika. Sebab itu, dia berpendapat perlu adanya rekonstruksi beberapa pasal mengenai rehabilitasi tersebut.

“Kalau kita tidak rehabilitasi, di mana pun penyalahguna berada yang sudah menjadi pecandu, dia tetap predikatnya adalah sebagai pecandu. Itu tentu sesuatu peluang bagi pelaku kejahatan narkotika, bandar khususnya, karena dia akan mencari konsumen,” ucapnya.

Richard berpendapat masih terdapat tumpang tindih pada Undang-Undang Narkotika saat ini, seperti pada Pasal 127 dan Pasal 54.

“Pasal 127 menyatakan penyalahguna narkotika itu dihukum (karena) adalah pelaku kejahatan, tetapi di Pasal 54 menyebutkan wajib direhabilitasi,” kata dia.

Deputi Pencegahan BNN itu juga menyoroti kata “menguasai” yang termaktub di Pasal 112 pada undang-undang tersebut.

“Kalau kita lihat Pasal 112 di situ ada menguasai, tentunya barangsiapa menyalahgunakan pastinya dia menguasai, sehingga Pasal 112 akan memenuhi unsur untuk kepada yang bersangkutan dipersangkakan; walaupun dia hanya memakai untuk kepentingan diri sendiri,” ucapnya.

Menurut Richard, di samping menegakkan aturan hukum untuk mempertanggungjawabkan kesalahannya, rehabilitasi mutlak dilakukan secara keseluruhan bagi penyalahguna, pecandu, maupun pengedar narkotika.

Lebih lanjut dia menambahkan bahwa untuk menyelesaikan peredaran narkotika, permintaan (demand) harus ditiadakan atau dikurangi. Hal ini untuk menekan para pebisnis narkotika agar tidak mengepakkan sayapnya.

“Karena kalau kita berbicara narkotika, ini selain dia adalah kejahatan kan ada aspek bisnis di sini. Kalau bisnis, berarti kita berbicara demand dan supply. Nah, dari sisi demand inilah kita kurangi,” katanya.

Di sisi lain, upaya edukasi bahaya narkotika kepada anak-anak melalui sekolah dan keluarga juga dinilai penting oleh Deputi Pencegahan BNN.

“Selain kita ke anak-anak sasar bagaimana mereka supaya mempunyai imunitas untuk menolak menyalahgunakan narkotika, kita kurangi bagaimana kita upayakan, kita jadikan pelaku-pelaku, pebisnis narkotika ini tidak memiliki kekuatan untuk mengembangkan sayapnya,” ujar Richard.

Baca juga: Mahfud: Pemerintah siapkan lapas khusus narkoba dengan keamanan ekstra
Baca juga: BNN Mimika imbau masyarakat agar lapor peredaran narkoba
Baca juga: BNN sita aset TPPU tersangka narkotika senilai lebih dari Rp80 miliar

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2023