Kupang (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) telah menyita uang sebesar Rp1,2 miliar lebih sebagai barang bukti dalam kasus dugaan korupsi pembangunan persemaian modern tahap II tahun anggaran 2021 di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, yang merugikan negara sekitar Rp10,5 miliar.

"Barang bukti berupa uang sebesar Rp1,2 miliar lebih itu disita dari para tersangka kasus pembangunan persemaian modern di Labuan Bajo," kata Kepala Kejaksaan Tinggi NTT Hutama Wisnu di Kupang, Kamis.

Kejaksaan Tinggi NTT sebelumnya telah menyita uang sebesar Rp662 juta dari empat tersangka dan terakhir melakukan penyitaan lagi berupa uang sebesar Rp575 juta dari tersangka SS selaku konsultan pengawas, sehingga total dana korupsi yang disita mencapai Rp1,2 miliar lebih.

Kejati NTT yang didampingi Asisten Tindak Pidana Khusus Ridwan Sujana Angsar dan Asisten Intelijen Azbach mengatakan penyidik masih terus melakukan pengembangan kasus korupsi pembangunan persemaian modern tahap II Tahun Anggaran 2021 di Labuan Bajo, yang menelan anggaran Rp49 miliar lebih.

Dia menjelaskan selain melakukan penyitaan uang, penyidik juga akan melakukan penyitaan terhadap aset tidak bergerak milik salah satu tersangka yang berlokasi di Provinsi Lampung.

"Ada aset tanah dari tersangka yang akan disita penyidik Kejaksaan Tinggi NTT berlokasi di Lampung," kata Wisnu.

Dalam kasus korupsi pembangunan persemaian moderen tahap II Tahun Anggaran  2021 di Labuan Bajo, penyidik Tindak Pidsus Kejati NTT telah melakukan penahanan terhadap para tersangka yaitu AS selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) BPDAS,  BN selaku Direktur PT Mitra Eclat Gunung Arta Bandar Lampung, Su selaku Direktur PT Mitra Eclat Gunung Arta Bandar Lampung, Ha selaku Direktur Utama PT Mitra Eclat Gunung Arta Bandar Lampung dan SS selaku konsultan pengawas.

Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati NTT Ridwan Sujana Angsar menjelaskan penyidik menemukan adanya persekongkolan yang dilakukan tersangka Su, YH sebagai Direktur PT Mitra Eclat Gunung Arta (PT Mega) Bandar Lampung bersama tersangka Ha sebagai Direktur Utama PT Mitra Eclat Gunung Arta (PT Mega) di Bandar Lampung, yakni apabila memenangkan tender maka kontrak akan diagungkan ke Bank Mandiri untuk mendapatkan kredit sebagai modal melaksanakan pekerjaan dengan jaminan harta milik tersangka Su.

"Sesuai hasil penyidikan terdapat kegiatan yang fiktif dan tidak dikerjakan oleh para tersangka serta adanya mark up harga dalam proyek itu," ujarnya.

Sementara tersangka Putu SS selaku konsultan pengawas tidak melaksanakan pengawasan terhadap pekerjaan pembangunan persemaian modern di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat Tahap II tahun 2021.

Selain itu, kata dia, tersangka terlibat dalam persekongkolan bersama tersangka Su dan tersangka AS untuk membuat berita acara serah terima sementara pekerjaan (PHO) fiktif, sehingga terjadi kerugian negara mencapai Rp10,5 miliar.

"Bahkan dalam pelaksanaan ada yang fiktif karena pembangunan persemaian modern yang dilakukan di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat tidak dilakukan," kata Ridwan.

Berdasarkan hasil perhitungan ahli dari Politeknik Negeri Kupang terjadi kerugian negara, yaitu kekurangan pekerjaan fisik mencapai Rp6,8 miliar, kekurangan pekerjaan mekanikal Rp1 miliar lebih, denda keterlambatan Rp1,9 miliar, pajak galian C Rp834 juta lebih.
 

Pewarta: Benediktus Sridin Sulu Jahang
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2023