Saat ini dalam penilaian awal (September 2023) menunjukkan bahwa tahun 2023 akan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah
Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan peningkatan emisi gas rumah kaca dapat berdampak pada fenomena perubahan iklim yang akhirnya memicu krisis air.

"Krisis air menjadi ancaman serius sekaligus nyata dan harus jadi perhatian seluruh negara. Salah satu penyebab utama krisis air adalah terus meningkatnya emisi gas rumah kaca yang berdampak pada peningkatan laju kenaikan suhu udara," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Dalam acara 2nd Stakeholders Consultation Meeting, The 10th World Water Forum (WWF) atau Forum Air Dunia) yang diselenggarakan di Bali, Dwikorita mengatakan kenaikan suhu udara mengakibatkan proses pemanasan global terus berlanjut dan berdampak pada fenomena perubahan iklim yang juga dapat memicu krisis pangan dan bahkan krisis energi, serta meningkatnya frekuensi, intensitas, dan durasi, kejadian bencana hidrometeorologi.

Ia menyampaikan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) pada tahun 2022 lalu melaporkan bahwa Planet Bumi jauh lebih hangat 1,15 derajat Celcius jika dibandingkan dengan rata-rata suhu udara permukaan pada masa pra-industri (1850-1900).

Baca juga: Forum Air Dunia di Bali jadi wadah mencapai ketahanan air

"Saat ini dalam penilaian awal (September 2023) menunjukkan bahwa tahun 2023 akan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah," paparnya.

Menurut Dwikorita, dampak dari variabilitas dan perubahan iklim sering kali dirasakan melalui air. Dinamika siklus air dan interaksinya dengan manusia menghasilkan pola ketersediaan sumber daya air yang bervariasi secara spasial dan temporal.

Selain itu, lanjutnya, dampak ekstrem terkait air sangat mempengaruhi kehidupan, perkembangan, dan keberlanjutan ekosistem, serta masyarakat dan individu.

Selain perubahan iklim, kata dia, tantangan lain yang dihadapi dalam pemenuhan kebutuhan air adalah ekstraksi air tanah yang menyebabkan penurunan muka air tanah.

Menurut  Dwikorita, musim kemarau yang berkepanjangan, tidak meratanya aksesibilitas serta distribusi air bersih, dan infrastruktur untuk pengelolaan sumber daya air juga merupakan tantangan dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan terhadap ketersediaan air.

Baca juga: Saatnya menerapkan manajemen air untuk menghadapi perubahan iklim

Ia mengatakan apabila hal ini terus dibiarkan maka krisis air juga akan berujung pada krisis pangan, krisis energi, bahkan krisis sosial.

“Semakin menipisnya sumber daya alam, termasuk air juga disebabkan oleh jumlah populasi penduduk dunia yang terus bertambah," tuturnya.

Maka dari itu,Dwikorita yang juga anggota Dewan Eksekutif WMO meminta semua negara harus melakukan aksi mitigasi dan adaptasi secara sistematis dan kolaboratif, serta merumuskan kebijakan konservasi dan pengelolaan sumber daya air secara efisien berbasis ilmu pengetahuan.

"Ini penting untuk segera dilakukan karena air adalah salah satu kebutuhan dasar hidup manusia," ujar Dwikorita.

Baca juga: Di WWC China, Kepala BMKG serukan penanganan serius krisis air dunia
 

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023