JAKARTA (ANTARA) - Bisnis menakuti orang, dalam perjalanannya, tak pernah mendapat penolakan, bahkan selalu memperoleh sambutan luar biasa. Segala yang berbau horor dan ada unsur setan di dalamnya, sukses memikat minat masyarakat untuk menonton dan menikmati sensasinya. Rupanya ada kebutuhan akan rasa takut pada diri manusia yang membuat bisnis horor selalu memperoleh pamor.

Setan, hantu, dan rekan-rekan sejenisnya menjadi komoditas hiburan yang sangat menjanjikan, mulai dari film horor, konten dan buku cerita horor, wahana atau objek wisata horor, hingga restoran/rumah makan, kafe, warung makan bertema horor, ramai diminati pengunjung. 

Beruntung, setan yang dieksploitasi habis-habisan dalam bisnis horor tidak pernah menuntut bagian royalti, sehingga hiburan bergenre menyeramkan itu masih bisa dinikmati dengan harga terjangkau.

Kegemaran masyarakat akan hiburan berbau horor dapat terbaca dari data yang mencatat bahwa tayangan film bioskop, dengan jumlah penonton tertinggi adalah film horor. Film KKN di Desa Penari, hingga awal 2023 telah disaksikan oleh 10 juta orang. Angka itu menempatkannya sebagai film paling laris sepanjang masa.

Pada era 80-an kita juga memiliki tokoh hantu yang legendaris, hingga filmnya diproduksi secara berseri, ialah Suzanna. Hingga diproduksi berseri tentu atas pertimbangan banyaknya penggemar yang menyukai karya sinema itu.

Kemudian di media sosial ada kemunculan Pesulap Merah atau Marcel Radhival yang membongkar praktik dukun palsu. Melalui kanal YouTube-nya, dia menunjukkan bahwa praktik-praktik mistis yang dilakukan dukun palsu sebenarnya hanyalah trik sulap.

Banyak warganet yang tertarik dengan konten si Pesulap Merah, terbukti video-video yang ia unggah ditonton hingga jutaan kali, dan saat ini akun dia memiliki 3,5 juta pelanggan.

Marcel bukan satu-satunya YouTuber yang merebut banyak pengikut karena konten terkait mistis. Selain dia, banyak pula YouTuber yang memiliki jutaan penonton karena unggahan konten mistis. Mereka, di antaranya adalah Jurnal Risa, Sara Wijayanto, dan Kisah Tanah Jawa.

Pun buku-buku cerita horor dan mistis dilaporkan laku keras di berbagai toko buku terkemuka, di tengah tren penjualan buku fisik yang lesu.

Di luar itu, bisnis berbau mistis lain, berupa penjualan benda-benda bersifat magis, seperti jenglot, batu akik, keris, bambu kuning, dan sebagainya, juga meraup untung tinggi.

Sementara wahana wisata rumah hantu atau serupa itu tak pernah luput dari keramaian pengunjung. Atau di masa dulu, ada Tong Setan yang biasa hadir di tengah pasar malam di kampung-kampung perdesaan, juga mengundang antusiasme warga untuk mencobanya sebagai ajang uji nyali.

Selain sebagai wisata pengalaman, bisnis jualan setan juga marak di bidang usaha kuliner, seperti restoran atau kafe yang menampilkan desain interior bertema horor lengkap dengan sosok setan dan hantu dalam berbagai penampakan, baik berupa boneka atau para pramusaji yang berdandan ala makhluk astral. 

Semua itu menjadi daya tarik tersendiri dan sukses mengundang penasaran pengunjung. Sementara pada kelas warung-warung makan pinggir jalan, panggilan setan juga lazim disematkan untuk nama menu makanan mereka, seperti Sambel Setan yang amat populer. Seolah, segala bisnis yang mengajak serta setan akan menarik banyak perhatian.


Kebutuhan rasa takut

Tak perlu terlalu lama untuk mencoba memahami atau terheran-heran mengapa bisnis menakuti orang begitu laku keras. Rupanya ada kebutuhan rasa takut pada diri manusia yang itu perlu dipenuhi atau dipuaskan.

Walau seharusnya, kebutuhan rasa takut hanya dimiliki oleh kalangan yang telah mencapai kebebasan finansial, oleh karena hidupnya terlalu mudah, sehingga butuh sensasi ketakutan yang lain.

Tapi faktanya, masyarakat dengan tingkat ekonomi rata-rata pun sudah berani mencari rasa takut di luar persoalan penghidupan sehari-hari.

Dalam salah satu tayangan siniarnya, Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Rhenald Kasali mengungkapkan mengenai kebutuhan rasa takut itu.

"Laris manisnya bisnis horor disebabkan oleh kebutuhan manusia akan rasa takut," kata dia.

Masyarakat kita memang senang dengan cerita-cerita yang menyangkut setan. Mereka butuh rasa takut dan rasa takut ada dalam diri semua orang. Namun, rasa takut ini pada akhirnya harus menyenangkan.

Walau begitu, Prof Kasali menyarankan adanya penelitian ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan untuk mencari tahu alasan bisnis horor sangat digemari.

Memang, tidak ada penjelasan tunggal mengenai alasan mengapa orang menikmati hal horor, tetapi bidang studi psikologi, setidaknya memberi wawasan mengenai perbedaan individu yang membuat seseorang cenderung menikmati sesuatu yang horor, termasuk tontonan film.

Berikut beberapa kepribadian dan alasan seseorang menyukai film horor:

Cari sensasi. Kecenderungan orang untuk mencari pengalaman baru, menegangkan, dan berisiko. Berbagai studi mengungkapkan bahwa mereka yang memiliki sifat pencarian sensasi yang tinggi cenderung menikmati horor.

Para pencari sensasi akan mengalami emosi positif apabila melewati pengalaman yang sangat merangsang, meskipun pengalaman tersebut negatif. Akibatnya, para pencari sensasi tinggi terprogram untuk menikmati pengalaman yang merangsang dari film horor dengan cara yang tidak dapat dinikmati oleh orang-orang lainnya.

Empati rendah. Orang yang memiliki sifat empati rendah juga cenderung lebih menikmati film horor karena mereka tidak terlalu terpengaruh oleh penderitaan yang digambarkan di layar. Adegan sadistis, kekerasan berdarah, dan gambaran rasa sakit lainnya, bisa jadi ditanggapi secara datar saja. Mereka mampu menikmati bahaya dan keseraman tanpa ketegangan pada dirinya.

Laki-laki. Jenis kelamin merupakan faktor pembeda yang paling dapat memprediksi kenikmatan film horor, dan laki-laki cenderung lebih banyak menikmati film menakutkan dan penuh kekerasan, dibandingkan perempuan.

Perbedaan ini paling tidak bisa dijelaskan oleh fakta bahwa perempuan cenderung mengalami ketakutan dan kecemasan yang lebih besar dibandingkan laki-laki.

Selain itu, perempuan cenderung memiliki sifat kepekaan terhadap rasa jijik daripada laki-laki. Faktor itu dapat menyebabkan mereka tidak menyukai film horor yang menyuguhkan adegan berdarah. Meski pada kenyataannya tak sedikit pula perempuan yang gemar tontotan horor.

Atas keberadaan orang-orang seperti merekalah, bisnis horor terus memperoleh ceruknya.

Bila sekarang ini anda datang ke bioskop, akan mendapati lorong-lorong studio penuh dengan deretan poster film horor. Sepertinya sulit untuk mencari hiburan tayangan film non-horor, kecuali film "Petualangan Sherina2" yang tayang selama beberapa minggu kemarin. Setan dan hantu telah lama bergentayangan di bioskop Tanah Air dan sukses mendatangkan cuan dalam jumlah besar, ditilik dari membeludaknya jumlah penonton.

Profesor Rheinald Kasali sempat menyebut angka Rp50 triliun hingga Rp100 triliun saat memperkirakan pendapatan yang dicapai para perusahaan dalam bisnis jualan setan, di mana karya film horor termasuk di dalamnya.

Selain karena konsumen menggemari hiburan horor, industri tampaknya juga sengaja merawat tren horor untuk terus menjadi hits. Maka para pengidap FOMO (fear of missing out) menjadi pasar potensial. Ketakutan mereka akan ketinggalan tren pada stadium lanjut berkembang menjadi sebuah kebutuhan, kebutuhan individu untuk selalu diikutsertakan dalam gelombang kegemaran bersama.

Perilaku itulah yang menguntungkan bagi industri hiburan. Terlepas apakah setia mengikuti tren yang dianut sebagian besar orang, menjamin bahwa itu yang lebih waras.


 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023