Tidak benar Presiden Jokowi mengubah aturan melalui MK agar anaknya lolos sebagai pendamping Prabowo Subianto.
Jakarta (ANTARA) - Politikus PDI Perjuangan Aria Bima mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan calon presiden dan calon wakil presiden yang berpengalaman maju dalam pilpres harus ditindaklanjuti dengan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di DPR.

"Karena keputusan ini menyangkut undang-undang, harus dilakukan revisi di DPR sehingga menjadi payung hukum bagi KPU menerbitkan peraturan KPU," kata anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Aria Bima di Jakarta, Senin.

Aria Bima mengatakan bahwa apa pun putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentu harus ditaati karena lembaga ini yang bertugas mengaudit berbagai keputusan terkait dengan undang-undang dari sudut pandang konstitusi.

"PKPU berubah terkait dengan batas usia yang diperbolehkan karena faktor pengalaman, tetapi undang-undang tidak berubah," kata dia.

Menurut dia, itu merupakan tugas KPU dalam pelaksanaan pemilu harus berpayung pada undang-undang.

Selain itu, lanjut dia, dengan menyerahkan revisi UU Pemilu ke DPR yang memiliki kewenangan legislasi akan menjawab semua tuduhan yang dialamatkan kepada Presiden RI Joko Widodo terkait politik dinasti, perubahan nama MK jadi "Mahkamah Keluarga" karena Ketua MK adik iparnya.

"Ini akan menjawab tidak benar Presiden Jokowi mengubah aturan melalui MK agar anaknya lolos sebagai pendamping Prabowo Subianto," kata dia.

Keputusan yang telah dibuat MK, kata dia, ada dua pendapat, yakni: pertama, di atas UU ada konstitusi sehingga apa yang diputuskan MK tidak perlu dilakukan revisi undang-undang.

Pendapat kedua, lanjut dia, karena ini menyangkut undang-undang, DPR tidak bisa menolak keputusan tersebut, tetapi DPR harus melakukan revisi terkait dengan aturan tersebut.

Baca juga: Pakar Hukum sebut putusan MK masuk ranah politik
Baca juga: DPP Golkar hormati putusan MK kabulkan syarat pernah kepala daerah


Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan/ketetapan di Gedung MK RI, Jakarta, Senin.

Mahkamah mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 diajukan oleh perseorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.

Ia memohon syarat pencalonan capres dan cawapres berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Pewarta: Mario Sofia Nasution
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023