Helsinki (ANTARA) - Peraih Nobel Perdamaian Martti Ahtisaari, yang juga Presiden Finlandia ke-10 (1994-2000) dan pernah memfasilitasi perdamaian di Aceh, tutup usia pada Senin dalam usia 86 tahun, menurut istana presiden Finlandia.

Ahtisaari disanjung di seluruh dunia berkat perannya sebagai perantara perdamaian di berbagai zona konflik, mulai dari Kosovo, Indonesia, hingga Irlandia Utara.

Dia menolak pandangan bahwa perang dan konflik sebagai situasi yang tak bisa dihindari.

"Perdamaian adalah soal kemauan. Semua konflik bisa diselesaikan, dan tidak ada alasan untuk membiarkan konflik itu langgeng," kata Ahtisaari saat menerima Nobel Perdamaian pada 2008.

Popularitasnya yang mendunia turut meningkatkan citra Finlandia yang baru keluar dari bayang-bayang Uni Soviet.

Di dalam negeri, Ahtisaari selalu dianggap "orang luar" di kalangan politikus. Namun, kurangnya ikatan politik itu pula yang mengantarkan dia memenangi pemilihan presiden langsung pertama di Finlandia pada 1994, ketika dia memimpin kubu oposisi Sosial Demokrat.

Sewaktu menjadi presiden, dia mendukung keanggotaan Finlandia dalam Uni Eropa. Dia mendorong para pemilih untuk mendukung referendum bergabung dalam Uni Eropa pada 1994, yang disahkan dengan dukungan 57 persen.

Lawan-lawannya mengkritik dia karena sering bepergian, sampai-sampai dia dijuluki "Travelling Mara". Mara adalah nama panggilannya.

Mereka mengatakan Ahtisaari harus lebih fokus kepada masalah-masalah dalam negeri karena Finlandia terjerumus dalam resesi yang dipicu oleh runtuhnya Uni Soviet, yang saat itu menjadi mitra dagang utama Finlandia.

Tahun-tahun berikutnya, dia menyimpang dari garis partainya dengan mendorong Finlandia menjadi anggota penuh NATO. Itu terjadi jauh sebelum Finlandia akhirnya bergabung dengan aliansi pertahanan itu pada 2023, sebagai respons terhadap invasi Rusia yang merupakan tetangga Finlandia, di Ukraina.

Fasilitasi perdamaian Kosovo sampai Aceh

Ahtisaari lahir pada 1937 lahir di Viipuri, yang kini menjadi bagian dari Rusia. Keluarganya terpaksa mengungsi karena pasukan Soviet menyerang negerinya saat dia berusia dua tahun.

Dia menyebut tahun-tahun awal dalam kehidupannya itu telah membuatnya menjadi "orang yang selamanya terlantar", yang peka terhadap penderitaan pengungsi.

Setelah menjalani wajib militer, dia menjadi guru dan mengambil bagian dalam proyek pendidikan di Pakistan, yang dianggapnya sebagai pengalaman yang telah membuka matanya terhadap dunia di luar negara asalnya.

Dia bergabung dengan Kementerian Luar Negeri Finlandia pada 1965 dan diangkat menjadi Duta Besar Finlandia untuk Tanzania pada 1973.

Salah satu pencapaian diplomatik besar pertamanya adalah membantu Namibia memperoleh kemerdekaan setelah bertahun-tahun terlibat konflik berdarah dengan Afrika Selatan.

Ahtisaari menjabat Komisioner PBB untuk Namibia dari 1977 hingga 1981. Dia bertugas di wilayah tersebut dalam berbagai peran hingga awal 1990-an.

Pada 1999, sewaktu membawa misi Uni Eropa di Kosovo, dia membujuk Presiden Yugoslavia Slobodan Milosevic agar menerima syarat-syarat dari NATO guna mengakhiri serangan udara di Kosovo.

Dia terus fokus pada resolusi konflik setelah meninggalkan kursi presiden pada 2000 dengan turut memajukan proses perdamaian Irlandia Utara sebagai pemeriksa persenjataan.

Dia kemudian mendirikan Prakarsa Manajemen Krisis (CMI), organisasi independen yang fokus pada resolusi konflik.

CMI memfasilitasi proses perdamaian antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka pada 2005. Upaya mediasinya selama tujuh bulan menghasilkan Perjanjian Helsinki yang mengakhiri konflik di Aceh yang telah berlangsung 30 tahun.

Belakangan pada tahun itu, dia kembali ke Balkan sebagai utusan khusus PBB. Dia dikenal luas karena turut membuka jalan bagi kemerdekaan Kosovo dengan dukungan dari negara-negara Barat.

Beberapa bulan setelah itu, komite Nobel memberinya Hadiah Nobel Perdamaian, berkat kiprahnya di berbagai benua selama lebih dari tiga dasawarsa.

Dia meninggalkan istrinya, Eeva, dan putranya, Marko, seorang pengusaha teknologi dan mantan kepala desain Nokia.

Sumber: Reuters

Baca juga: Aktivis Iran yang dipenjara Mohammadi raih Nobel Perdamaian 2023
Baca juga: Peraih Nobel Perdamaian Desmond Tutu wafat pada usia 90 tahun

 

Penerjemah: Jafar M Sidik
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023