Padang (ANTARA) - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas (Unand), Sumatera Barat Khairul Fahmi mengatakan penggunaan istilah petugas partai dan petugas rakyat kepada individu yang sedang menjalankan kekuasaan negara harus sesuai konteks.

"Istilah petugas partai atau petugas rakyat seharusnya kedua istilah ini digunakan secara berbeda," kata Pakar Hukum Tata Negara dari Unand, Sumatera Barat Khairul Fahmi di Padang, Rabu.

Khairul Fahmi mengatakan penggunaan istilah petugas partai bukan sesuatu yang salah. Namun, hal itu lebih tepat digunakan dalam internal partai politik. Akan tetapi, apabila seorang kader partai diberi mandat menjalankan kekuasaan negara, maka saat itu ia merupakan pelaksana kekuasaan negara.

"Dengan kata lain, pada saat diberi kewenangan melaksanakan kekuasaan negara, ia (kader partai) sudah menjadi petugas rakyat," ujar dia.

Dalam konteks melihat kekuasaan negara secara keseluruhan, penggunaan atau penempatan dua istilah tersebut penting untuk dipahami. Hal itu juga dapat dilihat dari teori hubungan wakil dengan yang diwakili.

Menurutnya, teori tersebut cukup tepat digunakan untuk melihat relasi antara wakil dan pihak yang diwakili. Dalam hal ini yang bertindak sebagai wakil ialah individu yang duduk di lembaga perwakilan yang berasal dari partai, serta berhubungan dengan rakyat yang diwakilinya.

Ketika individu tersebut diberi mandat duduk di perwakilan misalnya parlemen, maka relasinya ialah dengan konstituen yang memilih. Sementara, peran partai lebih kepada institusi yang menjadi perantara kepentingan rakyat dengan lembaga negara.

"Jadi, sebetulnya kita tidak bisa memisahkan antara partai dengan rakyat, dan terkait istilah (petugas partai/rakyat) harus ditempatkan pada porsinya masing-masing," jelas dia.

Khairul mencontohkan ketika 2014 Megawati Soekarnoputri mendeklarasikan dan menugaskan Joko Widodo sebagai petugas partai dan maju pada pemilihan presiden, hal tersebut bukanlah sesuatu yang salah.

Namun, ketika Jokowi sudah terpilih sebagai Presiden Indonesia maka otomatis Jokowi bertransformasi menjadi petugas rakyat, dan bukan lagi sebagai petugas partai. Alasannya, Jokowi terpilih karena mandat rakyat bukan mandat partai.

Akan tetapi, meskipun sudah beralih sebagai petugas rakyat, Presiden Jokowi tidak serta merta lepas dari partai yang mengusungnya saat mencalonkan diri sebagai kepala negara, ucap Khairul Fahmi.

Baca juga: Pakar APTHN-HAN paparkan petugas partai juga petugas rakyat

Baca juga: Aria Bima: Istilah petugas partai tidak perlu diperdebatkan


Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023