"Proyek BRI harus berlandaskan prinsip kemitraan yang setara dan saling menguntungkan serta dilengkapi dengan perencanaan yang matang,"
Beijing (ANTARA) - Presiden Joko Widodo berharap agar Inisiatif Sabuk dan Jalur (Belt and Road Inisiative atau BRI) yang pertama kali diperkenalkan oleh Presiden China Xi Jinping pada 10 tahun yang lalu berlandaskan prinsip kemitraan yang setara.

"Proyek BRI harus berlandaskan prinsip kemitraan yang setara dan saling menguntungkan serta dilengkapi dengan perencanaan yang matang," kata Presiden Jokowi saat menyampaikan sambutan dalam acara pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-3 Belt Road Forum (BRF) di Great Hall of The People, Beijing pada Rabu.

Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan dalam acara yang didahului dengan sambutan dari Presiden Xi Jinping, Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev, kemudian setelah Presiden Jokowi tampil juga Presiden Argentina Alberto Fernandez, Perdana Menteri Ethiopia dan terakhir sambutan Sekretaris Jenderal PBB António Guterres.

"Penggunaan sistem pendanaan yang transparan, penyerapan tenaga kerja lokal dan pemanfaatan produk-produk dalam negeri," tambah Presiden.

Presiden Jokowi juga berharap keberlanjutan proyek BRI harus dipastikan untuk jangka panjang dan memperkokoh pondasi ekonomi negara.

"Bukan justru mempersulit kondisi fiskalnya," ungkap Presiden.

Tidak ketinggalan Presiden Jokowi juga menyampaikan terima kasih kpd pemerintah China dan Presiden Xi Jinping atas kontribusinya bagi negara-negara berkembang melalui BRI.

"Pepatah China mengatakan 'Yu gong yi shan', kegigihan akan mewujudkan keajaiban. Mari berjuang gigih bersama memajukan pembangunan ekonomi dan mewujudkan kesejahteraan rakyat," tutup Presiden.

Turut mendampingi Presiden yaitu Menteri Badan Usaha Milik Negara selaku Ad Interim Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Erick Thohir, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Sekretraris Kabinet Pramono Anung, dan Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun.

Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative atau BRI) merupakan program yang diperkenalkan oleh Presiden China Xi Jinping pada 2013 dengan nama One Belt One Road (OBOR).

Saat itu, Xi ingin menghidupkan kembali kejayaan Jalur Sutera (Silk Road) pada abad ke-21. Strategi ini melibatkan investasi dan pembangunan infrastruktur besar-besaran di 152 negara yang tersebar di Eropa, Asia, Timur Tengah, Amerika Latin, dan Afrika.

Belt atau sabuk mengacu pada jalur darat berupa jalan yang menghubungkan China ke Asia Tengah dan Asia Selatan, serta Eropa dan rel kereta yang juga disebut sebagai Sabuk Ekonomi Jalur Sutera.

Sedangkan, road atau jalan merujuk pada jalur laut atau Jalur Sutera Maritim pada Abad ke-21 yang menghubungkan China ke Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika Timur dan Afrika Utara, serta Eropa.

Untuk mengumpulkan pendanaan bagi proyek-proyek infrastruktur BRI, dibentuklah Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB).

China memiliki saham terbesar di AIIB, yakni 26 persen, sementara Indonesia menjadi menjadi penyetor terbesar ke-8 untuk AIIB dengan setoran modal 672 juta dolar AS (sekitar Rp10,23 triliun) yang dibayarkan bertahap dalam lima tahun.

Proyek-proyek infrastruktur di Indonesia yang mendapatkan pendanaan dari AIIB antara lain adalah proyek energi, manajemen air, pertanian, dan transportasi berbasis rel, baik light rail transit (LRT) maupun kereta cepat.

Setidaknya ada 147 negara, termasuk Indonesia telah menekan kesepakatan dalam progam BRI, contohnya adalah Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) dengan jalur kereta sepanjang 142 kilometer. Ada juga kereta China-Laos, kereta ekspres China-Eropa, dan kereta Mombasa-Nairobi.

Baca juga: China bantah Inisiatif Sabuk dan Jalan sebagai “klub China”
Baca juga: G7 akan kumpulkan 600 miliar dolar lawan Proyek Sabuk dan Jalan China

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2023