Denpasar (ANTARA) - Penjabat (Pj) Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya menetapkan status siaga darurat di Pulau Dewata selama 14 hari ke depan, tindakan ini merespons kondisi bencana kebakaran dan kekeringan yang terjadi belakangan.

“Dengan melihat perkembangan situasi yang ada, untuk perlindungan masyarakat dan meningkatkan kesiapsiagaan, serta memudahkan akses, kami sepakat menetapkan 14 hari ke depan status siaga darurat, mulai hari ini,” kata dia di Denpasar, Kamis.

Kepada media, orang nomor satu di Pemprov Bali itu menyampaikan selama 14 hari ke depan mereka akan berupaya mempercepat pemadaman api yang saat ini sedang terjadi, termasuk menyalurkan bantuan kepada daerah-daerah yang dalam kondisi krisis air bersih atau kekeringan.

“Ini (status siaga darurat) eskalasi yang paling rendah ya menurut undang-undang, sehingga nanti kita gerakan dan aksesnya (dalam menangani bencana) lebih mudah, baik melakukan berbagai kegiatan termasuk memberi ruang dukungan,” ujarnya.

Dalam rapat koordinasi penanganan darurat bencana bersama BNPB itu, Kepala Pelaksana BPBD Bali I Made Rentin menambahkan ada dua permohonan dalam situasi ini, yaitu pertama permohonan kelengkapan alat untuk penanganan kedaruratan kekeringan di seluruh Bali.

Baca juga: BPBD Bali catat karhutla jadi bencana dominan sepanjang September

Baca juga: Hujan tak turun 61 hari, lima wilayah Bali berstatus Awas kekeringan


Selanjutnya, BPBD Bali memohon agar diterapkan teknologi modifikasi cuaca (TMC) mengingat berdasarkan data BMKG Wilayah III Denpasar terdapat tiga kecamatan di Provinsi Bali yang lebih dari 94 hari berstatus hari tanpa hujan (HTH).

“Pertama Kecamatan Kubu, Karangasem, kedua Kubutambahan, Buleleng, ketiga Gerokgak, Buleleng. Oleh karena itu menjadi urgen dan mendesak bagi kami di Bali untuk menerapkan TMC,” ujar Rentin.

Menanggapi permohonan Pemprov Bali, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto meminta agar daerah segera mengajukan peralatan yang dibutuhkan.

Terkait rencana memodifikasi cuaca, Suharyanto berjanji menurunkan armada dan peralatan penyemaian, namun masih menunggu pesawat yang saat ini sedang difokuskan untuk menangani bencana di daerah lain.

“Sebagai informasi BNPB ini sudah melaksanakan TMC 3 bulan terakhir terus menerus, permasalahannya itu di sarana prasarananya, jadi per hari ini kita hanya punya lima pesawat, itu pun lima dari swasta. Lima pesawat itu fokus ke Kalimantan dan Sumatera, sekarang kita fokus ke Riau dan Sumatera Selatan. Setelah reda kita laksanakan di Bali ya,” kata dia

“Satu pesawat ini bisa untuk Bali lah, karena Bali banyak event-event internasional, kalau kondisinya kurang baik malu juga sebagai negara. Pasti itu ya TMC, tapi juga kita lihat prediksi BMKG,” sambungnya.

Sementara itu menurut Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Wilayah III I Nyoman Gede Wiryajaya untuk melalukan TMC pihaknya harus memastikan posisi dan keberadaan awan.

Segera setelah disetujui untuk menerapkan teknologi ini maka BMKG akan melakukan pemantauan posisi dan arah pergerakan awan ke Bali, baik melalui arah Banyuwangi, atau pun Lombok.

Baca juga: BMKG Denpasar: Kekeringan di Bali meluas menjadi 15 kecamatan

Baca juga: BMKG terbitkan peringatan dini waspada kebakaran hutan di Bali

Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023