Karya unik nan kreatif itu sungguh menginspirasi romantisme perjalanan bisnis yang dirintis oleh Lili,
Jakarta (ANTARA) - “Aku tahu bahwa kehidupan adalah sebuah pahatan yang dibentuk oleh tangan-tangan yang kreatif dan penuh cinta. Sehingga, apa pun yang dimulai dengan cinta, keikhlasan, dan ketulusan hati akan menemukan jalannya sendiri menuju puncak pengharapan”.

Penggalan bait puisi karya sastrawan WS Rendra itu agaknya pas untuk menggambarkan perjalanan bisnis keluarga Liliek Minarti (65).

Ibu dua anak tersebut tidak pernah menyangka jika lima tas kayu pemberian sang suami yang "bandel" itu menjadi barang yang begitu berharga.

Betapa tidak, dengan bentuknya yang indah dan unik, tas kayu yang telah menemaninya selama 34 tahun itu kini sedang menjadi buah bibir kalangan pencinta fesyen.

Lili menceritakan bahwa suaminya, Don Gunarto (71), memberikan mahakarya itu sebagai tanda cinta dan syukur kepadanya, yang baru saja melahirkan anak kedua mereka pada akhir 1989.

Don adalah seniman yang tergabung dalam grup musik Demokratik bersama Totok Gunarto, Slamet Gunarto, dan kawan-kawan termasuk Iwan Fals.

Namun, karena syair balada kehidupan yang mereka suarakan terlalu lantang mengkritik pemerintahan Orde Baru, memaksa Don hidup dalam keterbatasan bahkan sempat merasakan dinginnya bui.

Kehadiran putri bungsulah yang telah melembutkan hati sang bapak hingga ia menghabiskan banyak waktu di rumah untuk membuat tas kayu sembari mengasuh buah hatinya.

Tiga bulan lamanya Don mengurung diri di gudang, mengolah tumpukan kayu tripleks tua dengan kain batik khas Suku Jawa, yang diolah menjadi tas nan indah dengan bermodalkan alat palu, jarum, dan pahatan sederhana.

Lili yang juga gemar dengan fesyen tentu menyukai tas buatan tangan suaminya dan selalu membawanya ke mana pun ia pergi.

Ia jadi tambah percaya diri setelah setiap orang yang ditemuinya menilai keindahan tas itu terletak pada halusnya tekstur pahatan yang dibalut dengan teknik pewarnaan alami.

Mulai dari istri pejabat pemerintah, panglima, hingga kolektor dari berbagai belahan dunia, menyukai tas unik kreasi Don. Mereka rela menghabiskan banyak uang untuk memiliki tas kayu buatan warga Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, itu.

Karya unik nan kreatif itu sungguh menginspirasi romantisme perjalanan bisnis yang dirintis oleh Lili, pensiunan perusahaan kargo penerbangan terkemuka di Indonesia, yang kini pada usia senja menggantungkan hidup dari hasil penjualan tas buatan sang suami.


Cikal bakal

Pertemuan yang tak disengaja antara Lili dengan desainer kondang Samuel Wattimena sekitar 7 tahun lalu menjadi cikal bakal kisah sukses bisnis kriya miliknya.

Lili berjumpa dengan adik kelasnya yang sudah menjadi desainer ternama itu di sebuah pertemuan akbar Dewan Kerajinan Nasional di Jakarta, sekitar Maret 2016.

Saat itu, Wattimena mengaku takjub dengan tas kayu yang terselempang di badan Lili. Tas tersebut sangat klasik, mirip dengan tas bowler kayu yang tren pada era industrial Inggris awal abad ke-20. Namun, tas itu dibuat lebih estetik dan ringan sehingga nyaman dipakai.

Dari situ, Lili pun diajak mengembangkan peluang bisnis, dengan memamerkan kelima tas buatan suaminya itu dalam berbagai pameran kriya UMKM di Jakarta.

Terbukti, hanya butuh 1 bulan bagi Lili dan suaminya untuk mengenalkan produk tas kayu tersebut.

Setelah pameran, tas buatan suaminya itu langsung banjir pesanan, bahkan mendapatkan penghargaan dalam event Inacraft di Jakarta pada April 2018 yang baru pertama kali mereka ikuti.

Pada event tersebut, produk tas Lili makin dikenal di kalangan pelaku UMKM setelah Anita Ratnasari Tanjung (istri mantan Menteri Koordinator Perekonomian RI Chairul Tanjung) dan Hetty Andika Perkasa (istri Jenderal (Purn.) TNI Andika Perkasa)--kala itu-- memesan tas secara khusus.

Kemudian Lili dan suaminya pun berkesempatan untuk mengikuti pameran yang membuat pesanan terus berdatangan.

Namun, dalam perjalanannya mereka sempat kewalahan memenuhi permintaan yang mencapai lima unit per bulan, bahkan mereka terpaksa membatalkan beberapa pesanan bernilai besar dari luar negeri.

Hal ini dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya karena keterbatasan modal, sumber daya manusia, dan belum terpenuhinya syarat perdagangan internasional yang ditetapkan pemerintah.


TEI 2023

Berkat kesabaran dan dibekali jejaring yang kuat, hambatan-hambatan itu pun satu per satu berhasil diatasi oleh pasangan suami-istri ini.

Tas buatan Don yang memiliki merek dagang bernama "Tridolbag" itu resmi terdaftar sebagai kekayaan intelektual di Kementerian Hukum dan HAM.

Beberapa saat setelahnya, Tridolbag pun resmi menjadi salah satu usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) binaan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo).

Kedua hal tersebut menjadi pembangkit semangat untuk membuat bisnis yang mereka rintis jauh lebih baik.

Di bawah binaan BUMN ini, Lili pun sanggup mempekerjakan dua seniman lagi untuk membantu Don memproduksi tas hingga mencapai lebih dari 10 unit per bulan.

Berbekal dorongan dari BUMN itu, Lili mendapatkan kesempatan emas untuk membawa produk tas buatan suaminya itu go international.

Hal ini terbukti setelah Tridolbag resmi terdaftar menjadi salah satu peserta pameran pada Trade Expo Indonesia (TEI) 2023, 18-22 Oktober di Tangerang.

Bukan perkara gampang produk bisa dipamerkan di TEI. Selain syarat administrasi yang ketat, juga membutuhkan modal besar untuk bisa terdaftar sebagai peserta pameran di event sekelas TEI.

Jadi, bukan suatu hal yang berlebihan jika UMKM itu berbangga diri karena menjadi peserta pameran pada gelaran akbar yang diprakarsai Kementerian Perdagangan itu.

TEI memang dikemas untuk mengantarkan pelaku UMKM dan industri kecil dan menengah (IKM) dalam negeri naik kelas dengan memasarkan produknya ke pasar internasional.

Sebanyak 1.542 pelaku usaha berpartisipasi sebagai peserta TEI 2023. Mereka dipertemukan dengan 11.322 calon pembeli yang datang dari 144 negara, dan memiliki sebanyak 187 nota kesepahaman kontrak misi pembelian dari 32 negara.

Nasib Lili beruntung, lantaran dalam ajang perdagangan internasional itu mereka berhasil menjual sebanyak 10 tas kayu tripleks yang diproduksinya.

Meski harganya cukup mahal, tas unik itu tidak sulit mendapatkan pembeli. Masing-masing tas dijual senilai 944,66 dolar AS (Rp15 juta)–1.889 dolar AS (Rp30 juta) atau meraup pendapatan ratusan juta rupiah dari 10 tas yang terjual.

Bagi orang awam, nilai jual tersebut terbilang besar, untuk sekelas tas yang sejatinya berbahan dasar dari material bekas pakai.

Akan tetapi, perempuan bersuara lembut ini mengaku bahwa harga itu sebanding dengan tingkat kerumitan pemahatan dan pewarnaan alami yang menjadikan tas benar-benar unik dan eksklusif.

Oleh sebab itu pula, puluhan produk tas buatan suaminya diboyong oleh seorang pengusaha muda di Jakarta, dan selebihnya para kaum perempuan yang masing-masing berasal dari Jepang, Amerika Serikat, Meksiko, dan China.

“Bahkan ada seorang ibu dari Meksiko sampai merengek suaminya minta dibelikan banyak karena ia berniat menjadi reseller tas buatan bapak (Don) di negaranya,” cerita Lili ketika menjaga stan TEI 2023 di Tanggerang.

Lili mengaku bahagia produknya mendapat respons positif dan laku keras pada event sekelas TEI. Hal ini menandakan bahwa tas kreasi suaminya itu mendapat penghargaan besar para pencinta fesyen dunia.

Tak banyak yang diharapkan Lili dan Don Gunarto. Keduanya berharap tetap diberkahi kesehatan sehingga bisa menjalankan bisnis dengan lancar.

Pada usia senja, pasangan musikus dan pensiunan perusahaan kargo penerbangan Indonesia itu kini bisa menggantungkan hidup dari hasil penjualan tas, yang juga simbol cinta kasih yang abadi.
















 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023