Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerima delegasi Laos dan membagikan pengalaman dalam pengembangan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) di tanah air.

Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto di Jakarta, Senin menjelaskan SVLK telah mengubah citra dan mendorong kinerja sektor kehutanan Indonesia.

"SVLK telah menjadi kunci dalam mendorong tata kelola yang lebih baik di sektor kehutanan di Indonesia, terlepas dari persyaratan yang diterapkan negara pasar," kata Dirjen kepada Delegasi Laos yang berkunjung ke KLHK.

Dikatakannya, SVLK membantu Indonesia dalam pengendalian pembalakan liar yang merupakan ancaman pada sektor kehutanan pada awal 2000-an, hasilnya adalah penurunan deforestasi sebesar lebih dari 75% dalam tiga tahun terakhir

SVLK, tambahnya, juga memberi jaminan kepada pasar dan meningkatkan kepercayaan bahwa produk kayu yang dibeli legal dan bersumber dari hutan yang dikelola lestari. Hal ini berdampak pada meningkatnya kinerja ekspor produk kehutanan bahkan di tengah pandemi Covid-19.

Pada 2022 nilai ekspor produk kehutanan Indonesia mencapai 14,21 miliar dolar AS, lanjutnya, untuk 2023 mencapai 9,61 miliar dolar AS hingga September.

SVLK dikembangkan lebih dari satu dekade lalu dengan melibatkan multipihak mulai dari pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat sipil, dan organisasi non pemerintah.

SVLK berlaku secara mandatory dari hulu ke hilir. Dalam pelaksanaannya, ada lembaga penilai dan verifikasi independen (LPVI) yang melakukan audit terhadap unit usaha atau produk kayu.

"SVLK berperan penting dalam negosiasi Perjanjian Kemitraan Sukarela untuk Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan (FLEGT-VPA) dengan Uni Eropa," ujar Agus dalam keterangan tertulis KLHK.

Sertifikat SVLK menjadi yang pertama diakui sebagai lisensi FLEGT oleh Uni Eropa sehingga produk kayu Indonesia tidak memerlukan proses uji tuntas (due dilligence).

"SVLK kini telah memasukkan aspek kelestarian selain aspek legalitas. Ini adalah standar yang memang dibutuhkan oleh pasar global saat ini," katanya.

Pada kesempatan itu, Agus menyambut Delegasi Laos dan menyatakan siap membagikan pengalaman Indonesia dalam pengembangan SVLK serta berharap Laos bisa segera mencapai kesepakatan FLEGT VPA.

Saat menerima Delegasi Laos, turut hadir perwakilan dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan.

Dirjen Departemen Pengawasan Hutan Kementerian Pertanian dan Kehutanan Laos Khamphone Mounlamai menyatakan Laos juga telah mengembangkan sistem jaminan legalitas kayu dan berharap dalam waktu dekat bisa mencapai kesepakatan FLEGT VPA.

“Kami ingin belajar dan bertukar pengetahuan dari Indonesia bagaimana prosesnya,” kata dia.

Delegasi Laos terdiri dari pejabat dari Kementerian Pertanian dan Kehutanan, Kementerian Perdagangan, pemerintah provinsi, organisasi masyarakat sipil (CSO), dan pelaku usaha. Kunjungan delegasi Laos ke Indonesia difasilitasi oleh German Agency for International Cooperation (GIZ) dan European Forest Institute (EFI).

Kunjungan Delegasi Laos akan berlangsung hingga 27 Oktober 2003. Selain bertemu dengan KLHK, Delegasi Laos akan melakukan pertemuan dengan pelaku usaha yang tergabung dalam beberapa asosiasi seperti Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo), dan Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI).

Delegasi Laos juga akan melakukan pertemuan dengan LPVI dan LSM jaringan pemantau independen yang selama ini melakukan monitoring SVLK. Selain itu juga akan dilakukan kunjungan lapangan ke Surabaya dan Malang untuk melihat proses implementasi SVLK mulai dari hulu hingga hilir.

Baca juga: Menkeu: Potensi ekspor kredit karbon sektor kehutanan Rp2,6 triliun

Baca juga: KLHK: Petani-swasta bisa kolaborasi kembangkan hasil hutan bukan kayu


 

Pewarta: Subagyo
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023