Saya menyesalkan dan prihatin atas kerusuhan yang terjadi di Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Jeddah. Saya menduga kerusuhan yang terjadi tersebut merupakan refleksi buruknya pelayanan bagi para TKI, yang pada akhirnya memunculkan kemarahan mereka,"
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi IX DPR Indra meminta Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mengevaluasi kerusuhan di KJRI Jeddah.

"Saya menyesalkan dan prihatin atas kerusuhan yang terjadi di Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Jeddah. Saya menduga kerusuhan yang terjadi tersebut merupakan refleksi buruknya pelayanan bagi para TKI, yang pada akhirnya memunculkan kemarahan mereka," kata Indra kepada Antara di Jakarta.

Indra mengatakan Kemenlu, Kemenakertrans, & BNP2TKI jangan mengkambinghitamkan provokator tetapi seharusnya membenahi internal dan lakukan pembenahan pelayanan. Karena menurut dia tidak mungkin para TKI akan melakukan perusakan atau kerusuhan apabila mereka mendapatkan pelayanan yang baik.

Dia menjelaskan, Kemenakertrans dan BNP2TKI harus menjadikan kejadian itu sebagai persoalan yang sangat serius. Kemenakertrans & BNP2TKI ujar dia, harus memastikan para TKI mendapatkan pelayanan optimal dalam mengurus berkas imigrasi yang dibutuhkan dan segala sesuatu yang mereka butuhkan.

Menurut dia, jangan memposisikan para TKI sebagai warga negara "kelas dua",karena mereka ,menurut Indra, sama dengan warga negara yang ada di tanah air dan bahkan mereka disematkan dengan sebutan pahlawan devisa negara.

"Oleh karena itu negara harus memberikan pelayanan yang baik bagi setiap warga negara, dimana pun mereka berada," ujarnya.

Indra mengatakan terkait program amnesti pemerintah Saudi Arabia, seharusnya KJRI sudah dapat memperkirakan kemungkinan membludaknya TKI yg akan membuat Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP).

Dia meminta KJRI agar menambah loket pelayanan, tenaga pelayanan, jam layanan. Hal ini menurut Indra diharapkan dapat mengurai panjangnya antrean pengurus SPLP yang menghindari batas waktu program amnesti yang diberlakukan Pemerintah Arab Saudi pada 3 Juli 2013.

"Terhadap korban jiwa dan yang luka-luka, Kedutaan Besar RI (KBRI) harus memprioritaskan penanganannya serta harus mendapat perawatan medis memadai," katanya.

Sebelumnya berdasarkan informasi dari Kemenlu menyebutkan seorang warga negara Indonesia meninggal dunia setelah terjebak dalam kericuhan yang terjadi di depan Konsulat jenderal Indonesia (KJRI) Jeddah, Arab Saudi, pada Minggu (9/6).

Kemenlu membenarkan terjadi desak-desakan di depan KJRI Jeddah akibat ribuan WNI yang ingin mengurus dokumen SPLP.

Dokumen itu sendiri merupakan kebijakan baru yang dilaksanakan Kedutaan Indonesia di Arab Saudi setelah pemerintah setempat mengumumkan akan memberi amnesti bagi warga negara asing yang tidak memiliki dokumen lengkap untuk melengkapi data diri mereka.

Pendaftaran dibuka sejak 13 Mei hingga 3 Juli 2013.

(I028/A011)

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013