Jakarta (ANTARA) -
Mengangkat kisah dari video gim populer karya penulis Scott Cawthon dengan judul yang serupa, film “Five Nights at Freddy’s” sudah dapat dinikmati oleh masyarakat di seluruh bioskop di Indonesia sejak Rabu (25/10).

Film bergenre horor yang diproduksi oleh rumah produksi Blumhouse dan disutradarai oleh Emma Tammi ini, berkisah tentang kehidupan seorang pemuda bernama Mike  (Josh Hutcherson) yang mengalami kesulitan tidur pada setiap malam. Hal itu lantas membuat Mike harus terlebih dahulu mengonsumsi obat-obatan dan menyalakan rekaman suara demi bisa terlelap.

Meski berhasil tidur, dia selalu mengalami mimpi buruk yang sama akibat sejak adik laki-lakinya diculik di depan matanya dan tidak pernah kembali. Selain itu, Mike juga dihadapkan pada persoalan perjuangan mendapatkan hak asuh adik perempuannya yang bernama Abby (Piper Rubio).
 
Salah satu hal yang perlu dilakukan Mike agar dapat meraih hak asuh atas adiknya itu adalah memiliki pekerjaan. Dengan demikian, Mike pun memutuskan untuk mengambil tawaran pekerjaan yang ada, yaitu menjadi satpam atau penjaga shift malam di restoran Freddy Fazbear’s Pizza yang telah terbengkalai.

Baca juga: Film "Broker", potret gelap sekaligus hangat lewat konsep kotak bayi
 
Ternyata, pekerjaan baru tersebut membawa Mike menemukan sejumlah hal aneh, di antaranya adalah boneka robot yang menjadi hidup di malam hari. Ketika dihadapkan pada sejumlah kejadian aneh di restoran tersebut, Mike bertemu dengan polisi wanita bernama Vanessa Shelly (Elizabeth Lail). Bersama Vanessa, Mike pun perlahan-lahan berupaya memecahkan misteri yang ada di Freddy Fazbear’s Pizza.
 
Pada awalnya, “Five Nights at Freddy’s” mampu menyajikan pengalaman sinematik yang cukup memukau. Penggambaran awal cerita dengan pemilihan dan pembangunan setting tempat, suasana, bahkan pencahayaan yang serba minim memudahkan penonton untuk ikut merasakan suasana penuh misteri di sebuah restoran yang dulu ramai dengan kehadiran anak-anak, namun menjadi terbengkalai dan berkesan menyeramkan. 

Dalam durasinya yang mencapai 109 menit itu, penonton pun dibawa untuk memahami seberapa besar trauma yang dihadapi oleh Mike karena kehilangan adik laki-lakinya melalui gambaran mimpi yang sama dan berulang-ulang, tapi selalu menggantung tanpa akhir yang jelas.

Meskipun begitu, cukup disayangkan tempo alur cerita yang lambat membuat film “Five Nights at Freddy’s” berpotensi membosankan untuk ditonton.

Tidak hanya itu, adegan-adegan khas film horor, seperti pembunuhan yang dilakukan oleh hantu pun dieksekusi dengan kurang maksimal. Hal tersebut terlihat dari beberapa pemain yang digambarkan terbunuh hanya dari teriakan panjang yang tiba-tiba hilang. Padahal, sebagai sebuah film horor, adegan kematian pemain di dalamnya merupakan salah satu hal yang dapat memberikan kesan kengerian bagi para penonton. 

Berikutnya, permainan music scoring yang sepatutnya bisa membantu mengoptimalkan penggambaran suasana yang mencekam, menakutkan, dan mengagetkan di film tersebut juga tidak diolah dengan maksimal. Ketidakmaksimalan itu di antaranya tampak dari adegan yang dihadirkan tanpa diikuti kemunculan latar musik khas film horor yang dapat mengejutkan penonton, seperti suara gema yang diperdengarkan secara tiba-tiba. 

Alhasil, eksekusi penyajian kengerian dan keseraman yang kurang optimal itu pun berdampak pula pada pengembangan karakter yang tidak maksimal. Walaupun Josh Hutcherson, Piper Rubio, Elizabeth Lail, dan kawan-kawan menghadirkan akting yang tergolong baik, adegan dan konflik yang kurang menyeramkan dan menegangkan itu seolah membatasi panggung bagi mereka dalam mengeksplorasi kemampuan aktingnya menjadi lebih baik lagi. 

Secara garis besar, dapat disimpulkan latar tempat dan suasana yang telah ditayangkan secara maksimal belum mampu membuat film “Five Nights at Freddy’s” menjadi film horor yang benar-benar menyeramkan dan mendebarkan bagi penontonnya.

Baca juga: Saat cinta datang di waktu yang tepat dalam "Love Again"

Baca juga: Meneguhkan keyakinan lewat film "Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang"

Baca juga: Nostalgia dengan "Bayi Ajaib" versi baru

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023