Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan masyarakat Indonesia bisa memahami kondisi politik saat ini lewat lakon wayang Wahyu Cakraningrat.

Hasto mengatakan hal itu saat menghadiri undangan wayang dengan lakon Wahyu Cakraningrat dalam rangka peringatan Hari Sumpah Pemuda di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Jakarta, Jumat malam.

Dalam acara tersebut, Hasto pun mengingatkan bahwa momentum Sumpah Pemuda adalah refleksi untuk mengingat peran para pemuda dalam berdirinya negara Indonesia sangatlah fundamental.

Baca juga: Sekjen PDIP benarkan Gibran sudah pamit ke Puan Maharani

Pagelaran wayang yang diadakan di ANRI, lanjut Hasto, juga menggambarkan bagaimana pelopor para pemuda dalam menjadikan Indonesia satu.

"Dalam rangka Sumpah Pemuda, diadakan pagelaran wayang kulit ini untuk mengingat bahwa para pemuda Indonesia menjadi pelopor yang sangat baik bagi berdirinya Indonesia raya kita, sebagai bangsa yang satu, Tanah Air satu, dalam persatuan Indonesia," kata Hasto.

Pria asal Yogyakarta itu juga menyebut lakon Wahyu Cakraningrat yang diangkat dalam pagelaran wayang tersebut bermakna tentang karakter pemimpin yang dibutuhkan bangsa Indonesia.

Baca juga: Hasto: Rakyat harap Mahfud tak mundur sebagai Menkopolhukam

Lakon Wahyu Cakraningrat menceritakan bagaimana wahyu tentang kepemimpinan itu hanya bisa hadir pada sosok satria yang rendah hati, tidak memiliki ambisi kekuasaan, serta dikawal oleh Punakawan.

Dalam lakon tersebut, ada tiga sosok satria yang disebutkan, yakni Raden Lesmono Mandrakumara, Raden Sombo Putro, dan Raden Abimanyu.

Hasto menjabarkan karakter tersebut berbeda-beda, tetapi pada akhirnya wahyu itu hanya bisa diterima oleh pemimpin terbaik.

"Karakter (calon pemimpin) yang berbeda-beda, tapi yang memiliki keteguhan jiwa, kerendahan hati, dan tidak menempatkan kekuasaan sebagai ambisi dan itu yang dapat menerima wahyu," jelasnya.

Baca juga: Hasto sebut Megawati dan Prabowo sudah bertemu saat HUT ke-78 TNI

Dia pun menyebut bagaimana wahyu kekuasaan juga bisa berpindah-pindah dari sosok satu ke sosok yang lainnya, sesuai dengan amal perbuatan.

Sehingga, pada akhirnya, hanya yang bersifat, bersikap, dan bertindak kesatrialah yang menerima wahyu sejati.

"Wahyu berpindah dari sosok yang kemudian sejak kecil dimanja, sosok yang kemudian sangat sombong, kemudian berpindah-pindah, dan akhirnya berdiam pada sosok kesatria yang menempatkan dedikasi pada bangsa dan negara," ujar Hasto.

Baca juga: Hasto tepis isu Megawati dan Jokowi tak jalin komunikasi

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023