Jakarta (ANTARA) - “Mandalika untuk jadi Nusa Dua, Bali, versi Lombok. Kalau besok-besok Lombok terkenal bukan karena Mandalika, itu tujuan pembangunan Mandalika, untuk jadi pemicu sentra ekonomi seperti Nusa Dua di Bali,” ujar Vice President Operations & Motorsport Mandalika Grand Prix Association (MGPA) Muhamad Wahab.

Lombok, meski dengan keindahan alamnya, sebelumnya tidak mengandalkan pariwisata sebagai sumber perekonomiannya. Perekonomian Nusa Tenggara Barat lebih banyak bertopang pada industri pertambangan bijih logam, konstruksi, serta perdagangan besar dan eceran. Baru pada 2014, Pemerintah memutuskan untuk mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di pulau yang bersebelahan dengan Pulau Dewata tersebut, tepatnya di kawasan Mandalika, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Keputusan yang tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2014 itu bermimpi untuk membuat KEK Mandalika menjadi pendongkrak ekonomi melalui pariwisata.

Salah satu jalur yang ditempuh untuk mewujudkan mimpi itu adalah dengan membangun sirkuit dalam kawasan. Bila dilihat secara mentah, sirkuit, yang lebih erat kaitannya dengan olahraga, memang tidak terlihat memiliki benang merah langsung dengan pariwisata. Pembangunan sirkuit adalah strategi untuk menarik perhatian publik terhadap Lombok melalui gelaran seri kejuaraan olahraga internasional.

Meski memiliki misi mulia, Sirkuit Mandalika kerap menjadi sorotan selama proses pembangunannya. PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), sebagai pembangun dan pengelola KEK Mandalika, menanggung utang sebesar Rp4,6 triliun. Utang tersebut berasal dari gap total kebutuhan investasi pembangunan dan pengembangan KEK Mandalika dengan modal yang diterima. Total kebutuhan investasi saat itu dikatakan mencapai Rp9,22 triliun. Sementara dana yang diterima oleh ITDC yaitu sebesar Rp250 miliar pada 2015 dan Rp500 miliar pada 2020 yang berasal dari penyertaan modal negara (PMN).

Untuk mengisi gap, ITDC mengambil utang ke perbankan, yang berakibat perusahaan memiliki utang jangka pendek Rp1,2 triliun dan utang jangka panjang Rp3,4 triliun. Kritisnya keuangan ITDC masih diperparah dengan kerugian sebesar Rp200 miliar dari penyelenggaraan Kejuaraan Dunia Superbike (WSBK) dan Motorcycle Grand Prix atau MotoGP 2022.

Berada pada posisi krisis, PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney mengajukan PMN untuk ITDC sebesar Rp1,05 triliun, yang kemudian disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan merogoh alokasi cadangan pembiayaan investasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2023.
 

Mendongkrak ekonomi

Kendati melalui proses pembangunan yang tak bisa dikatakan mulus, Sirkuit Mandalika mampu menjalankan perannya. Pada gelaran MotoGP 18–20 Maret 2022, meski membuat ITDC merugi, penerimaan pajak Nusa Tenggara mengalami peningkatan. Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nusa Tenggara melaporkan sektor perdagangan dan akomodasi mengalami pertumbuhan signifikan, masing-masing sebesar 46,01 persen dan 30,36 persen. Di sisi lain, PT Pertamina (Persero) mencatat omzet pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) binaan mencapai Rp452 juta.

Sebuah riset yang dilakukan oleh Taupikurrahman dan Endan Suwandana berjudul “Analisis Sektor Pariwisata Provinsi NTB dan Dampak MotoGP Mandalika” juga menyatakan penyelenggaraan MotoGP di Sirkuit Mandalika memberikan dampak ekonomi yang positif.

Dalam artikel yang dipublikasikan oleh Jurnal Kepariwisataan Indonesia pada 2022 itu disebut bahwa output untuk Nusa Tenggara Barat yang ditimbulkan dari kegiatan MotoGP yaitu sebesar Rp606,92 miliar, dengan nilai tambah Rp315,94 miliar. Adapun sektor yang menjadi kontributor utama adalah makanan dan minuman dengan output sebesar Rp114,11 miliar dan nilai tambah Rp47,96 miliar. Di sisi lain, kegiatan MotoGP juga berdampak pada upah yang diterima tenaga kerja di Provinsi NTB, yakni mencapai Rp137,67 miliar.

Dampak positif ekonomi tersebut masih terasa sampai saat ini. Pada pertengahan Oktober lalu, tepatnya pada 13–15 Oktober, gelaran MotoGP yang ketiga di Indonesia telah diselenggarakan. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mencatat jumlah penonton melampaui target yang ditetapkan, yakni sebanyak 102.929 penonton dari target 100.000 penonton. Dari jumlah tersebut, estimasi nilai penjualan tiket mencapai Rp73 miliar.

Pergerakan positif juga terlihat pada tingkat okupansi bandara. Berdasarkan data PT Angkasa Pura I per 15 Oktober 2023, jumlah penumpang yang tiba di Bandara Internasional Lombok mencapai 18.700 orang, sementara penumpang yang berangkat mencapai 12.500 orang. Jika dirata-rata, jumlah penumpang mengalami peningkatan sebesar 20 persen selama empat hari menjelang final race MotoGP, yakni menjadi 7,800 orang per hari dari 6.500 orang per hari pada hari biasa.

Penerimaan UMKM binaan PT Pertamina (Persero) juga naik dari penyelenggaraan tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp689,6 juta.

Sementara itu, seorang pelaku UMKM, Warantika, yang ditemui saat penyelenggaraan bazar UMKM di Kanwil DJP Nusra, mengaku memperoleh total nilai transaksi mencapai Rp150 juta dari penjualan kopi, kuliner, dan perdagangan tenun saat gelaran MotoGP pada pertengahan Oktober. Meski harus mengeluarkan Rp20 juta untuk menyewa stan, ia berharap kegiatan internasional seperti MotoGP dapat sering dilaksanakan ke depannya.

Pernyataan Warantika sejalan dengan rekomendasi Taupikurrahman dan Endan Suwandana, bahwa kegiatan internasional perlu dilakukan secara rutin dengan melibatkan masyarakat dan pelaku usaha setempat. Dengan begitu, misi mulia pembangunan sentra ekonomi, dalam konteks ini KEK Mandalika, tidak hanya sekadar jargon belaka.
 

Mandalika dan sentra ekonomi NTB

Misi untuk membuat Mandalika menjadi sentra ekonomi Nusa Tenggara Barat tentu tidak bisa dilakukan hanya oleh pihak pengelola. Pemerintah, utamanya, juga perlu menjadi pemain sentral dalam pengembangan KEK Mandalika.

Wahab menekankan bahwa kesuksesan pengembangan KEK Mandalika tak mungkin terwujud tanpa intervensi pemerintah. PMN yang digelontorkan oleh pemerintah pusat menjadi salah satu penopang utama keberlanjutan KEK Mandalika.

Di samping menyalurkan PMN, Pemerintah juga memberi perhatian pada pembangunan infrastruktur di luar kawasan Sirkuit Mandalika melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang bersumber dari anggaran transfer ke daerah (TKD) oleh APBN.

Akses jalan, hunian masyarakat, pondok wisata, hingga saluran pengelola banjir, menjadi bagian dari infrastruktur yang dibangun oleh Pemerintah. Mengacu pada pernyataan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, langkah tersebut merupakan upaya pemerintah mengambil bagian pada sisi eksternalitas agar makin mengukuhkan pengembangan KEK Mandalika.

Upaya itu, menurut Wahab, membuahkan hasil. Pembangunan Sirkuit Mandalika maupun eksternalitasnya mampu menaikkan level perekonomian Lombok.

Terlepas dari capaian ekonomi musiman MotoGP seperti yang dipaparkan sebelumnya, peningkatan ekonomi juga terlihat pada bertambahnya jumlah gerai minimarket hingga hotel kelas atas di Pulau Lombok, yang mengindikasikan geliat ekonomi di wilayah tersebut telah meningkat.

Dari berbagai capaian tersebut, terlihat bahwa pembangunan infrastruktur seperti sirkuit dapat menjadi salah satu pemicu perekonomian suatu wilayah.

Meski perlu mengeluarkan modal besar dan hasil yang tak terlihat dalam waktu singkat, tak bisa dimungkiri inisiatif pembangunan KEK juga memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat.

Jadi dalam konteks itu, tak menutup kemungkinan pada gilirannya KEK Mandalika dapat menjalankan perannya, yakni menjadi sentra ekonomi Nusa Tenggara Barat.










 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023