JAKARTA (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan gencatan senjata antara Israel dan Palestina dapat melahirkan solusi kedamaian, tanpa harus melakukan kekerasan dalam bentuk peperangan yang terus-menerus.

"Gencatan senjata akan melahirkan solusi-solusi kedamaian. Kedamaian Palestina harus kita dukung sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang harus menghapuskan penjajahan di atas dunia," kata Sekretaris Jendral MUI Amirsyah Tambunan ditemui dalam acara Mutada Sanawi III di Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan gencatan senjata pilihan terbaik untuk mengurangi risiko terabaikan sisi kemanusiaan.

MUI menyesalkan sekaligus mengecam Israel yang menolak gencatan senjata, karena hal ini membuat kekerasan dalam bentuk peperangan terus terjadi.

"Sebagai manusia yang memiliki hati nurani, gencatan senjata merupakan pilihan terbaik karena akan mengurangi risiko terabaikannya sisi kemanusiaan. Kita menyesalkan dan sekaligus mengecam sikap kekerasan dalam bentuk peperangan yang terus-menerus," kata dia.

Hingga saat ini, MUI terus melalukan komunikasi dengan berbagai negara Timur Tengah untuk dapat membuka jalur pengiriman bantuan masuk Palestina.

Dia mengatakan tindakan yang menyulitkan bantuan masuk Palestina tindakan tidak berperikemanusiaan dilakukan Israel.

"Kalau menghambat masuknya bantuan itu sama saja seperti genosida dan itu harus kita tolak karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan," ujarnya.

Baca juga: MUI: Penyaluran bantuan kemanusiaan Palestina dapat gunakan zakat

Sebelumnya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak gencatan senjata di Gaza.

Dia mengatakan pada Senin (30/10) bahwa gencatan senjata dalam perang Israel melawan Hamas tidak akan terjadi.

Utusan Palestina untuk PBB Riyad Mansour mendesak Dewan Keamanan (DK) PBB untuk mengeluarkan resolusi yang menyerukan gencatan senjata demi mengakhiri pertumpahan darah di Gaza.

Dalam sidang DK PBB di New York, Senin (30/10), ia meminta dewan tersebut mengikuti langkah Majelis Umum PBB untuk mengadopsi resolusi yang didasarkan pada kemanusiaan, moralitas, legalitas, penolakan terhadap standar ganda, yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan yang segera, berlangsung lama dan berkelanjutan.

Status Palestina di PBB sebagai negara pengamat non-anggota. Status yang diberikan Majelis Umum PBB pada 2012 ini memberikan Palestina hak berbicara di Majelis Umum dan berpartisipasi dalam komite-komite PBB.

Namun, Palestina tidak memiliki hak memilih atau veto di DK PBB.

Baca juga: Dubes: Palestina ingin mengakhiri permusuhan dengan Israel

Ia mengatakan lembaga-lembaga kemanusiaan telah bertindak menanggapi krisis di Gaza.

Sejak serangan 7 Oktober 2023, DK PBB gagal menghasilkan resolusi mengenai krisis Israel-Palestina. 

Sebanyak empat rancangan resolusi yang diajukan, tetapi gagal diadopsi karena veto sejumlah anggota tetap dewan tersebut, yang terdiri atas Amerika Serikat, Prancis, Inggris, China, dan Rusia.

Rancangan resolusi yang diusulkan Amerika Serikat mengenai “jeda kemanusiaan” gagal disahkan karena diveto China dan Rusia, sedangkan draf Rusia tentang “gencatan senjata kemanusiaan” tidak dapat diadopsi karena kurang mendapatkan jumlah suara yang mendukung. Inggris dan AS memveto rancangan usulan Rusia ini.

Baca juga: Menlu: Indonesia dorong lebih banyak truk bantuan masuk Gaza
Baca juga: Jokowi: Kloter perdana bantuan RI ke Palestina dikirim pekan ini

Pewarta: Erlangga Bregas Prakoso
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023