Justru kalau sekarang pemilu nggak rame, nggak seru gitu, kan kita jadi bertanya, 'ini jadi pemilu apa nggak?'
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta melakukan sejumlah langkah mitigasi untuk mengantisipasi konflik di media sosial menjelang Pemilu 2024.

"Memang ruang dunia maya ini menjadi ruang yang panas, tentu harus dilakukan mitigasi," kata Anggota KPU DKI Jakarta Dody Wijaya dalam penjelasan berjudul "Bagaimana Mengatur Kampanye Pasangan Capres/Cawapres di Media Sosial" di Jakarta pada Rabu.

Dia mengatakan, dalam Indeks Kerawanan Pemilu yang dikeluarkan Bawaslu, konten suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) merupakan potensi paling tinggi dari bentuk pelanggaran kampanye di media sosial (medsos) di Ibu Kota.

Guna memitigasi terjadinya pelanggaran termasuk berita bohong hoaks, pihaknya melakukan sejumlah langkah, seperti bekerjasama dengan Meta untuk menyediakan platform pengecekan fakta. Selain itu, KPU juga bekerjasama dengan berbagai media arus utama.

"Dan bagi yang menyebarkan, media sosial ini, bisa dilakukan 'take down' konten," katanya.

Baca juga: Distribusi awal logistik pemilu di DKI ditargetkan tepat waktu

Dody mengatakan, tantangan dalam mitigasi konten-konten pelanggaran tersebut adalah kecepatan serta ketepatan.

Dia menjelaskan, di platform media sosial terdapat alat pengecekan fakta yang efektif. Namun hal itu berbeda dengan penyebaran konten melalui aplikasi pesan cepat (instan) yang dinilai lebih sulit dalam melakukan pengecekan fakta.

"'Messaging' ini kan agak 'tricky' ya, karena itu sangat personal sekali. Ini tentu menjadi tantangan tersendiri. Tentu penegakannya adalah dengan undang-undang ITE," katanya.

Masalah lain yang dihadapi, ujarnya, termasuk "post-truth", ketika orang-orang membagikan konten yang menurut mereka benar yang sesuai preferensi politiknya dan bukan berdasarkan objektivitas.

Baca juga: Jakarta Timur jadi yang pertama terima logistik Pemilu 2024 di DKI

Menurut  Dody, hal tersebut perlu diatasi dengan cara membangun kesadaran publik bersama-sama dan bukan hanya oleh KPU sendirian. Dia mencontohkan, media-media serta para tokoh masyarakat bisa membantu dengan cara memberikan informasi yang lebih berimbang.

Menurut dia, kampanye adalah sebuah bentuk pendidikan politik yang bertanggung jawab, seperti yang disebutkan dalam peraturan perundang-undangan serta Peraturan KPU.

Namun dia menilai bahwa dinamika kampanye di media sosial adalah suatu hal yang wajar.

Sebenarnya, kata dia, pemilu ini adalah arena konflik yang dilegalkan oleh undang-undang. Artinya sesuatu yang wajar.

"Justru kalau sekarang pemilu nggak rame, nggak seru gitu, kan kita jadi bertanya 'ini jadi pemilu apa nggak?'," kata dia.
 

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023