Jakarta (ANTARA) - Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta menunggu revisi Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) terkait tuntutan kenaikan sebesar 15 persen Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024.
 
Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta Hari Nugroho saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu, penetapan UMP didasarkan pada ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Pemerintah juga telah menetapkan Undang-Undang tentang Ciptaker yang mengatur soal upah.
 
"Dengan telah ditetapkannya Perpu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU melalui UU Nomor 6 Tahun 2023 oleh MK (Mahkamah Konstitusi), maka aturan pelaksanaan yang diatur dalam PP 36/ 2021 perlu direvisi dan saat ini masih dalam proses di Kemenaker," kata Hari.

Baca juga: Pengamat: Tarif subsidi Transjakarta bisa diatur berdasarkan UMP
Baca juga: Rapel upah PJLP Rp4,9 juta cair pada November 2023
 
Hari menyebut, ada tiga komponen yang mengatur penetapan UMP. Yaitu Inflasi, pertumbuhan ekonomi dan indeks tertentu. Tiga komponen itu saat ini masih dalam proses pembahasan pemerintah pusat.
 
"Kita akan melihat dari komponen-komponen yang menjadi dasar dalam regulasi penetapan UMP, yaitu hasil revisi PP 36/2021," ujar Hari.
 
Disnakertransgi DKI Jakarta akan melihat terlebih dahulu apakah angka-angka dalam komponen tuntutan pekerja atau buruh itu sesuai dengan tiga komponen atau tidak.
 
Kelompok buruh terus mendesak agar UMP DKI Jakarta pada 2024 bisa naik hingga 15 persen. Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, Pendapatan Nasional Bruto atau GNI per kapita Indonesia di kisaran 4.500 dolar AS atau setara upah Rp5,6 juta per bulan.

Sehingga, kata dia, dengan hitungan itu UMP DKI Jakarta harusnya sudah naik hingga Rp700.000 per bulan.
 

Pewarta: Siti Nurhaliza
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023