Jakarta (ANTARA) - Kepolisian Sektor (Polsek) Koja mengenakan sanksi wajib lapor dua hari dalam satu pekan, yakni setiap Senin dan Kamis, terhadap lima pelajar SMA Negeri di Cilincing, Jakarta Utara, meski sudah dipastikan tidak ada satupun dari kelimanya terafiliasi jaringan teroris.

"Setelah dimintai keterangan dan penyelidikan, para siswa tersebut tidak terafiliasi dengan salah satu kelompok teroris tertentu. Karena tidak terbukti alias steril, maka para siswa tersebut dikenakan wajib lapor," kata Kepala Polsek Koja Komisaris Polisi Muhammad Syahroni saat dikonfirmasi, Kamis malam.

Roni mengatakan sudah mendata identitas, alamat, maupun nomor telepon kelima pelajar tersebut guna memastikan kejadian memalukan pada Kamis pagi tidak terjadi lagi.

Polisi juga sudah memanggil kepala sekolah yang bersangkutan untuk meminta mengawasi para siswanya selama menjalani pendidikan di sekolah dan memanggil para orang tua terlapor untuk dimintai keterangannya meski tidak ada satu pun di antara kelima siswa tersebut yang ditetapkan sebagai tersangka.

Baca juga: Sudindik Jakut minta Kepsek tatar siswa SMA sebar ancaman via medsos

Baca juga: Pengelola Koja Trade Mal lapor polisi usai dapat ancaman bom


Sebelumnya, anggota Unit Reserse Kriminal Polsek Koja memeriksa secara mendalam enam orang siswa SMA Negeri di Cilincing, Jakarta Utara, usai mendapat laporan dugaan ancaman pengeboman dari salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Utara, Kamis pagi.

Menggunakan profil teroris yang tewas pada 2009, Noordin M Top, pelajar kelas XI SMA Negeri berinisial FA mengirimkan pesan ancaman ke akun salah satu mal di Koja, Jakarta Utara.

Kapolsek menegaskan, teror tersebut merupakan sebuah candaan atau prank di antara para siswa SMA yang terlibat.

Para pelajar tersebut antara lain FA, H, RF, KH dan seorang pelajar wanita berinisial SAL. Satu nama lagi yang ikut diamankan pada Kamis pagi berinisial FA berstatus sebagai saksi.

"Ada dua nama berinisial FA, yang satu tidak terlibat karena kami periksa dengan status sebagai saksi," kata Roni sebelumnya pada waktu konferensi pers di Markas Polsek Koja, Jakarta Utara.

Lima pelajar sempat masih menjalani pemeriksaan saat konferensi pers selesai, namun Kapolsek menyatakan bahwa lima yang terlibat kemudian juga dipulangkan ke rumah orang tuanya. Mereka diharapkan dapat dibina lebih lanjut terkait kelakuannya menjadikan ancaman bom sebagai lelucon.

Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) di Cilincing, Jakarta Utara (Jakut) Dwi Priyo Eko S mempertimbangkan usulan dari masyarakat untuk melarang pelajar membawa telepon seluler (ponsel) di kelas.

"Ini karena pelajar SMA masih rentan terhanyut dalam derasnya arus informasi serta belum dewasa dalam menyikapi fenomena pergaulan," katanya menanggapi dugaan perbuatan iseng di media sosial oleh para pelajar SMA di Cilincing.

Ia menilai, usia pelajar SMA masih terlalu dini dan masih proses pencarian identitas sehingga gampang terpengaruh oleh hal-hal di luar dirinya, tanpa bisa memandang apakah itu negatif atau melanggar norma sosial dan hukum.

Oleh karena itu, pihaknya mengimbau para orang tua dari lima pelajar yang hadir di Polsek Koja untuk mendukung larangan siswa SMA Negeri 114 Jakarta di Cilincing, Jakarta Utara, membawa ponsel di kelas.

"Latar belakang kami, sebagai pendidik, tentunya akan sangat senang jika orang tua ikut dalam program pendidikan yang kami lakukan di sekolah," kata Dwi.*

Baca juga: Polres Tangsel siagakan 250 personel amankan konser di Tangerang

Baca juga: Muncul ancaman bom, Polda Metro sisir lokasi konser NCT di BSD

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023