Jakarta (ANTARA) - Direktur Program Terestrial Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Ruslandi mengatakan penerapan skema Hutan Lestari merupakan bentuk komitmen dari para pelaku usaha kehutanan untuk melindungi ekosistem hutan alam dari kerusakan ekstrem, khususnya kebakaran.

Pasalnya dalam penerapan skema Hutan Lestari para pelaku usaha kehutanan wajib menaati beberapa aspek fundamental yang menjadi ketentuan pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Intinya Hutan Lestari ini adalah skema tata kelola hutan yang berkelanjutan, setidaknya ada aspek-aspek yang wajib diterapkan pelaku usaha kehutanan di samping kegiatan ekonomi," kata Ruslandi di Jakarta, Jumat.

Pengelolaan hutan harus memenuhi aspek ekologi yakni dapat menjaga kelestarian ekosistem hutan, termasuk keanekaragaman hayati dan fungsi-fungsi ekologis hutan.

Kemudian aspek sosial, yaitu pengelolaan hutan harus dapat memberikan manfaat sosial bagi masyarakat lokal, termasuk peningkatan kesejahteraan dan pelestarian budaya.

Selanjutnya dari aspek ekonomi, pengelolaan hutan harus dapat menghasilkan manfaat ekonomi yang berkelanjutan, baik bagi masyarakat lokal maupun pemerintah.

"Kami yang mendampingi 27 pelaku usaha langsung di lapangan melihat dari sisi hutan alam lestari sudah baik, mereka hanya menebang beberapa pohon ini yang membuktikan komitmen itu," kata dia.

Baca juga: Populasi orang utan tumbuh 17 persen berkat hutan lestari Kalimantan

Melalui hal tersebut para pelaku usaha kehutanan yang didampingi YKAN berkontribusi menjaga kelembapan hutan alam rata-rata 70 persen sehingga tidak mudah terbakar, meskipun diterpa kekeringan dan cuaca panas akibat fenomena El Nino.

Namun, pihaknya mengakui bahwa kawasan yang perbatasan langsung dengan areal konsesi hutan alam menjadi ancaman serius sehingga harus menjadi perhatian khusus dari aparat penegak hukum.

Menurutnya hal tersebut dikarenakan tak sedikit pohon-pohon yang berbatasan dengan areal konsesi ditebangi secara sembarang oleh oknum tidak bertanggungjawab sehingga tidak ada resapan air kemudian menjadi kering dan memicu timbulnya api penyebab kebakaran.

"Perlu kerjasama semua pihak untuk menyikapi hal ini yang menjadi ancaman serius bagi hutan alam Indonesia yang tersisa 120 juta hektare ini. Kebakaran akan ekstrem karena api merambat cepat dan sulit ditanggulangi mengingat cuaca panas saat ini," kata dia.

Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tercatat total sebanyak 642.099 hektare hutan dan lahan yang tersebar di 38 provinsi hangus terbakar selama Januari – September 2023.

Kebakaran terluas terjadi Provinsi Kalimantan Selatan (138.865 hektare), Papua Selatan (53.256 hektare), Nusa Tenggara Timur (80.108 hektare), dan Sumatera Selatan (32.496 hektare).

Baca juga: GRP dukung pengelolaan hutan lestari capai target FOLU Net Sink

Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2023