Houston (ANTARA) - Harga minyak naik pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB) usai Arab Saudi dan Rusia menegaskan kembali komitmen mereka untuk mengurangi produksi minyak secara sukarela hingga akhir tahun.

Minyak mentah berjangka Brent naik 1 dolar AS atau 1,2 persen ke posisi 85,89 dolar AS per barel, sedangkan minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) naik 1,11 dolar AS atau 1,4 persen menjadi 81,62 dolar AS per barel.

Arab Saudi mengkonfirmasi pada Minggu (5/11) bahwa mereka akan melanjutkan pemangkasan produksi sukarela tambahan sebesar 1 juta barel per hari pada Desember untuk mempertahankan produksi sekitar 9 juta barel per hari, menurut sumber dari kementerian energi.

Rusia juga mengumumkan akan melanjutkan pemotongan produksi sukarela tambahan sebesar 300.000 barel per hari dari ekspor minyak mentah dan produk minyak bumi hingga akhir Desember.

"Rusia dan Saudi memiliki kesepakatan yang kuat untuk tetap menghadapi kendala pasokan yang sama hingga akhir tahun, namun permintaan bahan bakar tetap lebih kuat dari perkiraan sebagian besar analis, sehingga menjaga tawaran bagus di bawah harga minyak mentah,” kata Senior Vice President of Trading BOK Financial Dennis Kissler.

Sementara itu, Giovanni Staunovo dari UBS mengatakan, pemangkasan produksi tersebut dapat diperpanjang hingga kuartal pertama 2024 karena permintaan minyak yang melemah secara musiman pada awal tiap tahunnya, kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi yang sedang berlangsung, serta tujuan produsen dan OPEC+ untuk mendukung stabilitas dan keseimbangan pasar minyak.

Harga minyak menguat setelah sempat turun sekitar 6 persen pada pekan lalu karena kekhawatiran pasokan yang didorong oleh ketegangan di Timur Tengah mereda.

Para pemimpin badan PBB menuntut gencatan senjata kemanusiaan pada Senin (6/11) atas perang di Gaza yang telah terjadi hampir sebulan. Otoritas kesehatan di daerah kantong tersebut mengatakan jumlah korban tewas akibat serangan Israel kini melebihi 10.000 orang.

Kenaikan harga minyak pada Senin (6/11) mungkin dibatasi oleh berkurangnya produksi minyak mentah di kilang-kilang China.

Produksi kilang berkurang dari rekor tertingginya pada kuartal ketiga karena terkikisnya margin keuntungan dan kelangkaan kuota ekspor hingga akhir tahun, kata para pedagang dan konsultan industri kepada Reuters.

"Reaksi terhadap keputusan Saudi dan Rusia pada akhir pekan untuk memperpanjang pemangkasan produksi dan ekspor sepanjang Desember, sampai batas tertentu, diimbangi oleh antisipasi penurunan produksi kilang China pada bulan ini," kata analis PVM Tamas Varga.

Investor akan mengamati data ekonomi China lebih jauh pada Selasa setelah data pabrik Oktober yang lemah pada minggu lalu.

Analis memperkirakan penurunan ekspor sebesar 3,3 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Oktober, menurut jajak pendapat Reuters. Angka tersebut melambat dari penurunan 6,2 persen pada September.

Sementara itu, kekhawatiran makroekonomi masih ada di Eropa, dimana data Indeks Manajer Pembelian (PMI) menunjukkan perlambatan manufaktur zona euro meningkat pada Oktober.


Sumber: Reuters

Penerjemah: Citro Atmoko
Editor: Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2023