Jakarta (ANTARA) - Laporan terbaru yang dikerjakan oleh Google, Temasek, dan Bain & Company mengungkapkan ekonomi digital Indonesia akan mencapai Gross Merchandise Value (GMV) atau nilai penjualan kotor barang dan jasa sebesar 110 miliar dolar AS (Rp1,7 kuadriliun) di 2025.

Hal itu diungkapkan Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf dalam konferensi pers Google di Jakarta untuk perilisan laporan ekonomi digital untuk wilayah Asia Tenggara dalam laporan berjudul "e-Conomy SEA 2023".

"Seiring dengan mengecilnya kesenjangan partisipasi digital, terutama di luar area metropolitan, penduduk Indonesia yang menjadi pengguna aktif produk dan layanan digital akan bertambah banyak. Keadaan ini akan memicu pertumbuhan lebih lanjut dalam dekade digital ini, yang memungkinkan Indonesia untuk mencapai GMV 110 miliar dolar AS yang diperkirakan tercapai pada 2025,” kata Randy di Jakarta, Selasa.

Sebenarnya proyek ekonomi digital tersebut berubah dari laporan yang juga dirilis Google pada 2022 yang menyebutkan GMV Indonesia di 2025 akan mencapai 130 miliar dolar AS (Rp2 kuadriliun).

Baca juga: PBB: Upaya global diperlukan untuk sebarkan keuntungan ekonomi digital

Meski begitu, Randy mengatakan hal tersebut mungkin saja dapat terjadi mengingat adanya faktor-faktor seperti geopolitik dan ekonomi global yang memiliki dinamika yang cukup besar.

Dalam laporan itu disebutkan kondisi ekonomi digital di Indonesia terbilang stabil meski diterpa berbagai kondisi geopolitik yang saat ini memanas. Untuk 2023 diperkirakan GMV Indonesia tumbuh sebesar 8 persen dengan nilai 82 miliar dolar AS (Rp1,3 kuadriliun) secara Year-on-Year (YoY).

Lebih lanjut dari lima sektor yang berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi digital yaitu e-commerce, transportasi dan makanan online, travel online, media online, dan layanan finansial digital diketahui e-commerce masih jadi pemimpin dalam hal mendulang pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia.

Adapun di 2023, sektor e-commerce Indonesia akan meraih GMV senilai 62 miliar dolar AS (Rp971 triliun) dengan kenaikan sebesar 7 persen dibandingkan tahun lalu.

Diproyeksikan sektor e-commerce masih akan bertumbuh sebesar 15 persen dari 2023 ke 2025 dengan capaian GMV 82 miliar dolar AS.

Baca juga: Kemenkominfo upayakan percepatan ekonomi digital enam sektor prioritas

Dari sisi potensi pengembangan, sektor layanan finansial digital rupanya memiliki potensi besar untuk Indonesia.

Khususnya dari sisi pembayaran digital diketahui Indonesia menjadi pemimpin di Asia Tenggara dengan perkiraan Gross Transaction Value (GTV) senilai 417 dolar AS (Rp6,5 kuadriliun) di 2025 dan 760 miliar dolar AS (Rp11,9 kuadriliun) di 2030.

"Selain pasar pembayaran digital yang terus berkembang, kami percaya bahwa perilaku offline-to-online yang ada akan semakin menggenjot sektor layanan keuangan digital dan mendorong pertumbuhan yang signifikan di sektor pinjaman dan kekayaan,” kata Partner and Head of Vector in Southeast Asia Bain & Company Aadarsh Baijal.

Potensi lainnya yang bisa ditingkatkan oleh Indonesia untuk meningkatkan ekonomi digitalnya ialah dengan terus menggenjot partisipasi masyarakat di ekosistem digital.

Kehadiran High Value User (HVU) atau pengguna bernilai tinggi yang biasanya juga merupakan pelanggan setia layanan ekosistem digital ternyata berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi digital.

Di 2023 tercatat jumlah pembelanjaan dari pengguna bernilai tinggi (High-Value User, HVU) tercatat 6,8x lebih besar jika dibandingkan non-HVU, khususnya untuk perjalanan dan bahan makanan.

Laporan tersebut menyebut HVU memang dapat ditemukan baik di wilayah metro maupun non-metro di Indonesia. Namun, ketimpangan antara permintaan dan penawaran di wilayah non-metro terlihat bertambah besar.

Maka dari itu diperlukan perluasan partisipasi digital untuk memicu pertumbuhan lebih lanjut Indonesia agar proyeksi ekonomi digital tersebut bisa dicapai.

Baca juga: Menkominfo-Dubes Singapura diskusikan potensi ekonomi digital ASEAN
 

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023