Semua pihak perlu membuka dialog termasuk menangani pengungsian, kelaparan, ketidakadilan, kerawanan pemilu, serta memperbaiki situasi hak asasi manusia di Papua
Jakarta (ANTARA) - Sejumlah pegiat kemanusiaan dan hak asasi manusia (HAM) serta beberapa pemuka agama menyerukan pesan damai untuk Papua dan meminta Pemerintah RI bersama kelompok-kelompok yang berkonflik untuk menjajaki kembali peluang berdialog untuk mengakhiri ketegangan di Bumi Cendrawasih.

Para tokoh itu, yang berkumpul di Jakarta, Kamis, menilai proses dialog dan penjajakan untuk berdamai itu perlu dilanjutkan kembali, yang dalam prosesnya perlu ada penengah yang terpercaya dan netral.

"Dengan ini kami menyerukan kepada Pemerintah (Indonesia) dan para pihak yang berkonflik di Papua untuk melanjutkan kembali proses penjajakan damai. Pembicaraan ini harus difasilitasi oleh penengah yang terpercaya, imparsial, termasuk tokoh nasional dan para pemimpin perempuan, agama dan adat Papua demi membangun kepercayaan dan keyakinan untuk adanya penjajakan dialog," kata Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid saat acara pernyataan sikap Seruan Damai untuk Papua di Jakarta, Kamis.

Sikap dan pernyataan yang sama turut disampaikan oleh tokoh-tokoh lainnya yang hadir dalam acara itu, yaitu Franz Magnis Suseno, Prof. Makarim Wibisono, Marzuki Darusman, Alissa Wahid, Pdt. Gomar Gultom, Prof. Abdul Mu’ti, dan Mgr. Siprianus Hormat.

Konflik dan ketegangan di Papua, meskipun tidak meluas ke seluruh wilayah, sampai saat ini masih terjadi di beberapa daerah, antara lain di Yahukimo (Provinsi Papua Pegunungan), Pegunungan Bintang (Papua Pegunungan), Nduga (Papua Pegunungan), Intan Jaya (Papua Tengah), dan Puncak (Papua Tengah).

Baca juga: Tokoh Adat: Pengakuan hak ulayat instrumen cegah konflik di Papua

Baca juga: Menko PMK pantau pemulihan pasca-konflik sosial di Papua Tengah


Di daerah-daerah itu, kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang menghendaki kemerdekaan Papua masih menjadi ancaman keamanan bagi masyarakat, dan kontak tembak dengan TNI dan Polri kerap terjadi.

"Kami sangat yakin bahwa penyelesaian damai adalah satu-satunya jalan yang dapat ditempuh. Hanya lewat jalan penyelesaian damai, maka kita dapat mencegah jatuhnya korban jiwa, dan memungkinkan terwujudnya kesejahteraan, keadilan, dan kemakmuran di Papua," kata Sinta.

Dalam pernyataan sikap itu, para tokoh meminta Pemerintah Indonesia membuka dialog dengan kelompok sipil bersenjata, ULMWP, para tokoh adat dan masyarakat asli Papua (OAP), dan pemuka agama setempat.

"Kami menyerukan kepada para penyelenggara negara di lembaga eksekutif dan legislatif dan lembaga-lembaga negara lainnya untuk segera mengambil langkah-langkah menuju perdamaian di Papua," tutur Sinta dan para tokoh lainnya.

Oleh karena itu, langkah awal yang dapat diambil, mereka mengusulkan, pemerintah perlu membangun kepercayaan. Dua pihak perlu memiliki rasa saling percaya

"Semua pihak perlu membuka dialog termasuk menangani pengungsian, kelaparan, ketidakadilan, kerawanan pemilu, serta memperbaiki situasi hak asasi manusia di Papua," kata para tokoh tersebut.

Sikap para tokoh itu sejati-nya sejalan dengan Pemerintah RI yang berupaya membangun rasa percaya KST/kelompok kriminal bersenjata (KKB) terhadap Pemerintah Indonesia.

Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin saat berkantor di Jayapura, Papua, bulan lalu (10/10), menyebut upaya itu tengah berjalan.

"Saya kira kita sedang berusaha menghilangkan ketidakpercayaan itu melalui dialog-dialog yang terus kita lakukan dengan tokoh-tokoh agama," ujar Wapres RI.

Dia melanjutkan pemerintah saat ini terus menggali aspirasi masyarakat Papua melalui berbagai forum diskusi.

"Kalau untuk bicara merdeka, tentu tidak ada. Kalau merdeka itu bukan solusi. Tapi dalam masalah yang lain kita bicarakan secara terbuka," kata Ma'ruf Amin.

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023