G7 perlu merefleksikan perilakunya sendiri
Beijing (ANTARA) - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin membantah keras negaranya mendistorsi ekonomi global seperti disebut para menteri luar negeri negara anggota G7.

"Kami menolak tuduhan tidak berdasar yang disampaikan G7 bahwa China mendistorsi perekonomian global dan terlibat dalam gangguan kegiatan ekonomi," kata Wang kepada media di Beijing, China pada Jumat (10/11).

Dalam pernyataan bersama pada Rabu di Tokyo, Jepang, para menteri luar negeri Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Prancis, Italia, Jepang dan Kanada menyatakan "Kami akan berupaya mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh kebijakan dan praktik tak berpihak kepada pasar yang mendistorsi perekonomian global yang dilakukan China."

"Bukan China, namun negara-negara G7-lah yang telah memasukkan lebih dari 10.000 entitas dan individu di seluruh dunia ke dalam daftar sanksi, menyalahgunakan kekuasaan negara untuk menyerang perusahaan-perusahaan tertentu, mempolitisasi isu-isu ekonomi dan perdagangan, serta mengacaukan rantai industri dan pasokan internasional," kata Wang. 

"G7 perlu merefleksikan perilakunya sendiri."

Wang meminta G7 tidak menghalangi kemajuan dan pembangunan ekonomi China.

"Kami berharap mereka akan merefleksikan hal itu dalam tindakan nyata dan bekerja sama dengan China demi pertumbuhan hubungan bilateral yang saling menghormati, setara dan saling menguntungkan," papar Wang.

Baca juga: CCTV+: Reporter internasional mengeksplorasi situs warisan budaya dunia di Hangzhou, China

G7 juga meminta China menjunjung tinggi Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), khususnya di Laut China Timur dan Selatan.

Mereka menentang segala upaya sepihak untuk mengubah status quo dengan kekerasan atau paksaan. 

G7 juga meminta perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan serta menegaskan kembali dukungan untuk partisipasi Taiwan dalam organisasi-organisasi internasional seperti WHO.

"Kami dengan tegas menentang tindakan G7 yang merugikan kedaulatan China dan mencampuri urusan dalam negeri China," balas Wang. 

Menurut dia, kasus arbitrase Laut China Selatan yang diprakarsai Filipina pada dasarnya menyangkut kedaulatan teritorial dan penetapan batas maritim yang tidak tunduk kepada UNCLOS. 

"Penghargaan tersebut tidak sah, batal demi hukum, dan sepenuhnya tidak sah," tandas Wang.

Dukungan G7 terhadap putusan arbitrase 12 Juni 2016 itu disebut Wang bisa  menimbulkan konfrontasi yang bertentangan dengan keinginan  mewujudkan kawasan yang damai dan stabil.

Baca juga: Ratusan perusahaan makanan China jajaki peluang di pasar Indonesia

"Kunci perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan terletak pada prinsip 'Satu China'", sambung Wang.

Dia melanjutkan, " ancaman terbesar bagi perdamaian di Selat Taiwan adalah penolakan otoritas DPP (partai berkuasa di Taiwan) untuk tetap menuntut  'kemerdekaan Taiwan' dan menerima dukungan eksternal terhadap hal tersebut yang mereka terima."

Mengenai masalah Xinjian, Tibet dan Hong Kong yang juga disebut-sebut G7, Wang menyebutnya sebagai urusan dalam negeri China.

"Kami mendesak G7 untuk mematuhi tujuan dan prinsip Piagam PBB dan norma-norma dasar hubungan internasional. G7 perlu mengurus urusannya sendiri dan berhenti mencampuri urusan dalam negeri negara lain dengan berbagai dalih," tegas Wang.

Para menteri luar negeri G7 mengungkapkan keprihatinan terhadap hak asasi manusia di China, termasuk di Xinjiang dan Tibet.

Dalam soal Hong Kong, G7 "menyerukan China untuk menjunjung tinggi komitmennya berdasarkan Deklarasi Bersama China-Inggris dan Undang-Undang Dasar, yang menjamin hak dan kebebasan serta otonomi tingkat tinggi bagi Hong Kong."

Baca juga: Xi Jinping akan bertemu Joe Biden di Amerika Serikat

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2023