Ini menyebabkan antrean pertalite menjadi lebih panjang di SPBU
Balikpapan (ANTARA) - Perbedaan (disparitas) harga yang cukup signifikan dari bahan bakar minyak (BBM) jenis pertamax dan pertalite, yaitu mencapai lebih kurang Rp4.000, menyebabkan sejumlah besar pengguna pertamax berpindah ke pertalite sehingga menyebabkan antrean panjang di SPBU.

“Ini menyebabkan antrean pertalite menjadi lebih panjang di SPBU,” jelas Humas PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan Arya Yusa Dwicandra, Minggu. Harga pertamax kini mencapai Rp13.800 per liter sementara pertalite Rp10.000.

Arya juga menegaskan, tidak ada masalah distribusi di semua tahapan. Semua pengiriman lancar dari Terminal BBM Terpadu ke depot atau ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) atau pompa bensin.

Stok harian BBM Kalimantan bahkan cukup tersedia untuk sembilan hari jika karena sesuatu hal tidak ada penambahan atau pengiriman.

“Sementara stok itu selalu kita tambah setiap hari,” tegas Arya.

Sekali lagi Arya menegaskan, tidak ada pengurangan dalam penyaluran BBM pertalite dan solar. Besaran penyaluran pertalite secara year to date (YTD) hingga 31 Oktober 2023 di Kalimantan mencapai 78 persen dan biosolar mencapai 81 persen dari kuota yang sudah ditetapkan.

“Artinya kalau dilihat dari sisa kuota masih aman hingga akhir tahun,” jelasnya.

Juga untuk seluruh stok di Terminal BBM, Patra Niaga memiliki ketahanan stok secara akumulatif untuk 9-12 hari BBM jenis gasoline (pertamax dan pertalite) maupun gasoil (solar, pertadex, dexlite).

“Tidak ada kelangkaan dan stok masih aman di Terminal BBM,” tandas Arya.

Pertamina juga mengimbau agar masyarakat membeli BBM sesuai dengan kebutuhan dan peruntukkannya. Untuk masyarakat yang mampu secara ekonomi yang masih menggunakan BBM subsidi seperti pertalite, atau solar, diharapkan dapat beralih untuk menggunakan BBM Non Subsidi seperti pertamax, pertamax turbo, pertadex atau dexlite.

“Kami berharap masyarakat bisa membeli BBM secara bijak terkhusus BBM Subsidi, belilah BBM sesuai kebutuhan dan spesifikasi kendaraan,” pungkas Arya. Diketahui mobil atau motor produksi sepuluh tahun terakhir akan lebih responsif bila diisi dengan bahan bakar non subsidi yang memiliki angka oktan atau pun cetan lebih tinggi dari bahan bakar non subsidi.

Baca juga: Presiden ke Balikpapan lihat penyaluran BSU dan BLT BBM
Baca juga: Selama lebaran Kilang Balikpapan tetap produksi BBM


Pewarta: Novi Abdi
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023