Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani mengatakan bahwa pihaknya telah menetapkan dua tersangka penambangan nikel ilegal di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.

“Penindakan tegas harus dilakukan kepada kedua tersangka dengan hukuman maksimal, karena mencari keuntungan finansial dengan mengorbankan lingkungan hidup serta merugikan negara,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin.

Menurutnya, tindakan yang dilakukan oleh kedua orang tersangka yang merupakan pengurus PT AG tersebut merupakan kejahatan serius, sehingga perlu diberikan efek jera dengan pidana berlapis.

Selain pengenaan pidana pokok berupa pidana penjara dan denda sebagaimana Pasal 98 UU tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), menurutnya, kedua tersangka juga harus dilakukan penyidikan kejahatan korporasi serta pengenaan pidana tambahan.

Baca juga: KLHK segel lahan perkebunan sawit terbakar di Palangka Raya

Baca juga: Ditjen Gakkum KLHK segel lahan PT PGK di Palangka Raya


“Sesuai dengan Pasal 119 UU PPLH bahwa terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa perampasan keuntungan dan perbaikan akibat tindak pidana, dalam hal ini pemulihan lingkungan”, ucapnya.

Penegakan hukum pidana berlapis termasuk penyidikan terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), ujarnya, dilakukan terhadap kedua tersangka sebagai penerima manfaat utama dari kejahatan tambang ilegal.

Dari kasus-kasus tambang ilegal yang telah ditindak selama ini yakni pengenaan pidana pokok berupa pidana penjara dan denda semata, kata dia, tampaknya belum cukup memberikan efek jera bagi para pelaku.

“Pengenaan Pidana Tambahan yang dilakukan dengan PPATK serta dukungan Kejaksaan dan Kepolisian berupa perampasan keuntungan dan TPPU menjadi prioritas kami agar benar-benar dapat menimbulkan efek jera”, kata Rasio Sani.

Adapun kedua tersangka LM dan AA ditangkap dan ditahan oleh Penyidik Balai Gakkum LHK Wilayah Sulawesi dan dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas 2A Kendari.

Dari penangkapan itu, diamankan barang bukti sebanyak 17 unit alat berat Excavator PC 200 dan telah dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Kendari.

Penyidik menjerat kedua tersangka dengan Pasal 98 ayat satu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.*

Baca juga: KLHK terapkan sanksi pidana hingga denda bagi pelanggar emisi udara

Baca juga: KLHK tetapkan 4 tersangka pembakaran limbah elektronikdi Tangerang


Pewarta: Cahya Sari
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023