London (ANTARA) - Pemberontak etnis minoritas melancarkan serangan terhadap pos-pos keamanan di Myanmar barat laut pada Senin, kata warga dan pemberontak, saat pertempuran meletus di sebuah front baru melawan junta militer yang menghadapi ujian terberat sejak kudeta 2021.

Tentara Arakan (AA), yang dibentuk untuk memperjuangkan otonomi lebih luas di Negara Bagian Rakhine, merebut pos-pos di daerah Rathedaung dan Minbya, yang berjarak sekitar 200 km satu sama lain. Pertempuran juga pecah di tempat lain di negara bagian itu, kata juru bicara AA Khine Thu Kha.

"Kami berhasil merebut sejumlah pos dan pertempuran masih berlanjut di beberapa tempat lain. Kami juga menangkap beberapa perwira," kata dia.

Seorang warga Rathedaung mengungkapkan suara tembakan terdengar sebelum fajar pada Senin, yang diikuti tembakan artileri selama berjam-jam.

Menurut dia, tentara pemerintah terlihat memblokade pintu masuk ke daerah tersebut dan memperkuat penjagaan di gedung-gedung pemerintah.

Juru bicara junta belum menanggapi permintaan untuk berkomentar.

Pertempuran terbaru ini menjadi pukulan lain bagi junta Myanmar. Mereka semakin kewalahan karena meluasnya skala dan kekuatan perlawanan bersenjata terhadap pemerintahan, yang dipicu oleh amarah terhadap kudeta dan tindakan keras aparat.

Kudeta pada 2021 itu mengakhiri satu dasawarsa reformasi demokrasi tentatif di Myanmar.

Pekan lalu, presiden Myanmar yang ditunjuk oleh junta menyebutkan bahwa negaranya, yang seukuran Prancis itu, terancam tercerai berai akibat respons yang tidak efektif terhadap pemberontakan. Para jenderal menyatakan mereka sedang memerangi “teroris”.

AA adalah salah satu dari beberapa kelompok bersenjata etnis minoritas yang bergabung dalam serangan anti-junta yang dibentuk pada 27 Oktober di Negara Bagian Shan di Myanmar timur laut. Mereka berhasil menduduki banyak kota dan sekitar 100 pos militer dekat perbatasan Myanmar-China.

Serangan terhadap daerah-daerah perkotaan juga terjadi di wilayah Sagaing di Myanmar tengah, di sebelah barat Negara Bagian Shan.

Sementara itu, konflik di Negara Bagian Kayah di Myanmar selatan menyebabkan jatuhnya sebuah jet tempur Sabtu pekan lalu. Pemberontak mengaku menembak jatuh pesawat itu, sebaliknya junta Myanmar berkilah pesawat itu mengalami gangguan teknis.

Richard Horsey, penasihat senior Myanmar untuk lembaga pemikiran Crisis Group, menyebutkan bahwa militer Myanmar memang memiliki pengalaman bertempur di Negara Bagian Rakhine, tetapi bisa kesulitan karena pasukan musuh sudah mengetahui kelemahan mereka di berbagai wilayah.

"Jika pertempuran terus berlanjut, maka itu akan membuka front baru yang signifikan bagi rezim yang sudah kewalahan," kata dia.

"Rezim akan sulit memfokuskan upaya mereka di semua front."

Sumber: Reuters

Baca juga: China desak Myanmar kerja sama jaga stabilitas perbatasan
Baca juga: Thailand berusaha selamatkan 162 warganya dari perang di Myanmar

 

Penerjemah: Jafar M Sidik
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023