Sampai pertengahan tahun 2023, capaian PSR yaitu 280,620 hektare atau 56 persen dari target tahap I seluas 500 ribu hektare
Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Pembina DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apakasindo) Moeldoko menyebutkan perkebunan sawit rakyat yang masuk kawasan hutan menjadi kendala terbesar Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) sehingga realisasinya belum sesuai harapan.

“Sampai pertengahan tahun 2023, capaian PSR yaitu 280,620 hektare atau 56 persen dari target tahap I seluas 500 ribu hektare. Kendala terbesar untuk program peremajaan ini adalah masih banyaknya perkebunan sawit rakyat yang masuk kawasan hutan,” kata Moeldoko dalam Dialog Menata Masa Depan Kelapa Sawit Indonesia yang disaksikan secara daring di Jakarta, Kamis.

Moeldoko menuturkan produktivitas tandan buah segar sawit rakyat saat ini masih berkisar 0,6 ton sampai 1,2 ton per hektar per bulan dengan kandungan CPO 2,8 ton hingga 3,4 ton CPO per hektare per tahun.

Sementara tandan buah segar kebun korporasi dapat mencapai 4,2 ton sampai 4,5 ton CPO per hektare per tahun. Sehingga secara keseluruhan produksi CPO Indonesia diproyeksikan mampu mencapai 100 juta ton pada 2040. Sedangkan, pada 2023 ini mencapai 46,9 juta ton.

“Untuk memacu produktivitas rakyat maka upaya utama yang perlu dilakukan adalah peremajaan tanaman yang sudah tua dan tidak produktif atau lebih kita kenal dengan replanting. Bapak Presiden Joko Widodo memiliki perhatian khusus terhadap upaya ini dan mencanangkan program PSR,” ucapnya.

Baca juga: Moeldoko minta Jerman dukung IEU-CEPA

Baca juga: Moeldoko: Kandungan zat besi tinggi hambat lumbung pangan di Merauke


Dalam menangani banyaknya perkebunan sawit rakyat yang masuk ke kawasan hutan, Kepala Staf Kepresidenan itu menyampaikan bahwa pemerintah telah membentuk satgas sawit.

Beberapa tugas satgas tersebut adalah melakukan perbaikan, pembaruan data, perbaikan tata kelola dan melakukan verifikasi terhadap perizinan usaha sebagai bagian upaya dalam proses padu serasi, menyelesaikan persoalan sawit dalam kawasan hutan, upaya perbaikan penataan dan penyelesaian legalitas sawit dalam kawasan hutan.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa terkait upaya menjamin keberlanjutan industri persawitan ke depan yang ditandai dengan penerbitan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil.

“Berdasarkan data yang kami miliki, sejak kebijakan ISPO diberlakukan, perkebunan sawit milik rakyat yang sudah bersertifikat ISPO mencapai 0,33 persen atau setara 22.600 hektare. Sedangkan perkebunan sawit korporasi yang sudah bersertifikasi ISPO telah mencapai 4.490.254 hektare atau 43 persen dari total perkebunan yang dikelola oleh korporasi,” tutur dia.

Adapun selain melakukan PSR sebagai upaya menata masa depan kelapa sawit, Moeldoko mengatakan bahwa pemerintah juga melakukan upaya penguatan hilirisasi.

Salah satunya melalui program mandatori biodisel yang telah dimulai sejak tahun 2015 mulai dari B15, B20, B30 dan saat ini menuju B35. Ke depan, Indonesia juga akan menerapkan B40, B50 hingga B50.

“Indonesia juga berencana mengembangkan pilot kelapa sawit sebagai bahan bakar dari limbah. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan bauran energi terbarukan biomassa untuk mencapai target net zero emission pada tahun 2060,” ujarnya.

Baca juga: BPDPKS: PSR untuk tingkatkan produktivitas perkebunan petani kecil

Baca juga: BPDPKS bersama Kementan siap optimalkan penyaluran dana PSR


Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023