Jakarta (ANTARA) - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono telah menerima gratifikasi senilai lebih dari Rp50,2 milar.

"Besaran penerimaan gratifikasi yang didakwakan rim jaksa senilai Rp50,2 Miliar dan 264,500 dolar AS serta 409 ribu dolar Singapura," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Ali menerangkan Jaksa KPK Bagus Dwi Arianto telah selesai melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan dengan terdakwa Andhi Pramono ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (15/11).

Dengan rampungnya pelimpahan tersebut, kewenangan penahanan kini beralih menjadi wewenang Pengadilan Tipikor. Sedangkan jadwal sidang perdana untuk pembacaan surat dakwaan masih menunggu penetapan majelis hakim.

Baca juga: KPK telusuri dugaan pembelian perhiasan oleh Andhi Pramono

Sebelumnya, pada tanggal 7 Juli 2023, KPK menahan Andhi Pramono sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU.

Andhi diduga memanfaatkan jabatannya untuk menjadi makelar, memfasilitasi pengusaha, dan menerima gratifikasi sebagai balas jasa.

Sebagai broker, tersangka Andhi diduga menghubungkan antarimportir untuk mencarikan logistik yang dikirim dari wilayah Singapura dan Malaysia, di antaranya menuju ke Vietnam, Thailand, Filipina, dan Kamboja.

Dari rekomendasi dan tindakan yang dilakukannya, tersangka Andhi diduga menerima imbalan sejumlah uang sebagai bentuk bayaran atau fee.

Baca juga: KPK telusuri setoran pengusaha ke Andhi Pramono

Rekomendasi yang dibuat dan disampaikan tersangka Andhi itu diduga menyalahi aturan kepabeanan, termasuk para pengusaha yang mendapatkan izin ekspor dan impor diduga tidak berkompeten.

Siasat tersangka Andhi menerima bayaran tersebut, salah satunya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan.

Penerimaan gratifikasi tersebut diduga terjadi pada rentang waktu 2012-2022, di mana saat itu Andhi menduduki beberapa posisi, mulai dari sebagai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) hingga pejabat eselon III di Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, dengan posisi terakhirnya sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Makassar, Sulawesi Selatan.

Dugaan penerimaan gratifikasi oleh tersangka Andhi itu hingga kini tercatat sekitar Rp28 miliar dan masih terus dilakukan penelusuran lebih lanjut.

Uang hasil korupsi tersebut diduga digunakan tersangka Andhi untuk belanja keperluan pribadi dan keluarganya.

Baca juga: KPK periksa istri dan mertua Andhi Pramono soal kepemilikan aset

Kemudian, dalam kurun waktu tahun 2021 dan 2022, Andhi diduga melakukan pembelian berlian senilai Rp652 juta, pembelian polis asuransi senilai Rp1 miliar, dan pembelian rumah di wilayah Pejaten, Jakarta Selatan, senilai Rp20 miliar.

Atas perbuatannya, Andhi Pramono dijerat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Andhi Pramono juga disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Baca juga: KPK periksa dua saksi soal bisnis kursus Andhi Pramono
Baca juga: KPK sita tiga mobil mewah Andhi Pramono di Batam

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023