Washington (ANTARA) - Juru bicara Program Pangan Dunia (WFP) Abeer Etefa untuk Timur Tengah dan Afrika Utara pada Kamis (16/11) telah memperingatkan bahwa penduduk di Jalur Gaza, yang berada dalam kepungan Israel, kemungkinan akan segera mengalami kelaparan.

"Dengan musim dingin lebih cepat datang dan ketidakamanan serta padatnya penampungan yang tidak memiliki air bersih, orang-orang akan segera menghadapi kelaparan," ujar Etefa.

Hal tersebut disampaikan Etefa dalam konferensi pers secara virtual bersama Juliet Touma, direktur komunikasi Lembaga Pemulihan dan Pekerjaan PBB (UNRWA) mengenai situasi di wilayah kantung Palestina itu.

Etefa menjelaskan kepada wartawan dari Kairo dan mengatakan penduduk Gaza menjadi semakin putus asa setiap hari dalam mencari roti dan makanan utama. "Roti merupakan sesuatu yang mewah." sebut dia.

"Kami mulai menemukan kasus dehidrasi dan kekurangan gizi, yang semakin meningkat cepat setiap hari," kata Etefa, "Dengan hanya 10 persen persediaan makanan utama dan minuman di Gaza sejak dimulainya konflik, kami sekarang menghadapi kesenjangan pangan yang sangat besar."

Dia menekankan bahwa 2,2 juta penduduk, yang nyaris merupakan seluruh populasi di Jalur Gaza, saat ini membutuhkan bantuan makanan.

“Produksi pangan hampir terhenti total,” kata Etefa.

Dia menambahkan bahwa bagi mereka yang cukup beruntung menemukan sesuatu yang dapat disantap, maka "makanan ini kemungkinan termasuk makanan kaleng,"

Etefa menekankan pentingnya memenuhi kebutuhan di Gaza yang semakin meningkat, dia berharap jumlah truk yang dapat melintasi perbatasan berisi bantuan makanan dapat ditingkatkan.

“Tidak ada cara untuk memenuhi kebutuhan kelaparan saat ini dengan situasi saat ini,” katanya. “Kita harus memiliki ruang berbeda yang memungkinkan kita memiliki akses yang aman dan mengalirkan barang ke dalam Gaza.”

Putusnya jalur pasokan makanan adalah bencana, dan dia mengatakan situasi sebelum konflik sudah cukup sulit tapi saat ini adalah "petaka".

Sementara itu Touma menyebut Gaza seperti habis dilanda gempa, "hanya saja ini adalah akibat manusia."

"Hal ini sebenarnya bisa dihindari. Kami telah menyaksikan selama beberapa pekan belakangan, pengungsian terbesar warga Palestina sejak 1948," ujar dia.

Anak-anak di penampungan memohon seteguk air dan sepotong roti, ujar dia. Mereka harus menunggu dua hingga tiga jam untuk dapat menggunakan kamar mandi.

"Semua ini membawa kita kembali ke abad pertengahan," lanjutnya.

Israel telah meluncurkan serangan darat dan udara tanpa henti di Jalur Gaza sejak serangan lintas batas oleh kelompok Hamas Palestina pada 7 Oktober lalu

Akibatnya sebanyak 11.500 warga Palestina tewas, termasuk di antaranya 7.800 perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 29.200 mengalami luka-luka, menurut data resmi terbaru dari otoritas Palestina.

Sekelompok pakar PBB baru-baru ini memberi peringatan bahwa Palestina berada di "ambang genosida" ketika pemerintah Israel menerapkan blokade total dengan memutus aliran air, pangan dan listrik ke Gaza.

Baca juga: Situasi terkini Gaza, Israel akan serang wilayah selatan
Baca juga: Di dalam RS Al Shifa, pasukan Israel lakukan penembakan dan pengeboman
Baca juga: Palestina tolak rencana pengungsian warga Gaza "dengan kedok bantuan"


Sumber: Anadolu

Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2023