Moskow (ANTARA) - Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengklaim negaranya  berhasil mencapai kesepakatan dengan Azerbaijan tentang prinsip-prinsip dasar penyelesaian sengketa secara damai.

Namun demikian, kedua negara masih menggunakan "bahasa diplomatik yang berbeda" sehingga tidak memahami satu sama lain, kata Pashinyan dalam pembukaan sidang Majelis Parlemen Organisasi Keamanan dan Kerja Sama Eropa (OSCE) di ibu kota Armenia, Yerevan.

Pemimpin Armenia itu juga menyebut konflik berkepanjangan antara kedua negara terkait wilayah Karabakh telah menimbulkan kerugian.

Pernyataan Pashinyan disampaikan sehari setelah sidang Mahkamah Pidana Internasional (ICC) PBB terkait tuntutan Armenia terhadap Azerbaijan.

Armenia menuding Baku melanggar Konvensi Internasional mengenai Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial akibat meningkatnya ketegangan di Karabakh baru-baru ini, meski sejumlah badan PBB tegas menyatakan bahwa mereka belum mencatat adanya kasus sikap diskriminatif Azerbaijan terhadap warga etnis Armenia.

Baca juga: Iran jadi tuan rumah pembahasan proses perdamaian Armenia-Azerbaijan

Sebelumnya pada September, Armenia meratifikasi Statuta Roma, yang membentuk Mahkamah Pidana Internasional, dengan tujuan menuntut Azerbaijan atas tindakannya di Karabakh.

Hubungan antara Azerbaijan dan Armenia tegang sejak 1991, ketika militer Armenia menduduki Nagorno-Karabakh yang secara internasional diakui sebagai bagian Azerbaijan, dan tujuh wilayah yang berdekatan.

Sebagian besar wilayah itu dibebaskan oleh Azerbaijan dalam perang pada musim gugur 2020, yang berakhir setelah perjanjian damai yang ditengahi Rusia dan membuka kemungkinan normalisasi hubungan kedua negara.

September tahun ini, tentara Azerbaijan melancarkan operasi antiterorisme di Karabakh untuk menegakkan tatanan konstitusional, yang kemudian membuat pasukan separatis di wilayah itu menyerah.

Baca juga: Azerbaijan undang PBB kunjungi wilayah Karabakh


Sumber: Anadolu

 

Penerjemah: Katriana
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2023