London (ANTARA News) - Kelompok musik Samba Sunda menggoyang Queen Elizabeth Hall di South Bank London dalam penampilan mereka Rabu malam yang dihadiri Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Inggris Raya dan Republik Irlandia, Marty M Natalegawa, beserta istri, Sranya Natalegawa. Dengan tembang penutup "Jali-jali" yang dinyanyikan vokalis Samba Sunda Rita Tila, penonton yang duduk di kursi bagian depan pun ikut bergoyang, termasuk Dubes Marty, pada penampilan Samba Sunda di Rhythm Sticks International Drum and Percussion Festival yang berlangsung dari tanggal 15 hingga 23 Juli di Queen Elizabeth Hall. "Saya senang bisa tampil di Queen Elizabeth Hall," ujar pimpinan rombongan Samba Sunda Ismet Ruchimat ditemui usai pertunjukan. Untuk itu kelompok musik yang disebutnya sebagai musik kontemporer yang garapannya mengakar pada seni tradisional Indonesia khususnya Jawa Barat, harus menunggu selama lima tahun. Dikatakannya ,suatu kebanggaan musik tradisional Indonesia bisa tampil di gedung yang sangat megah dimana sering manggung kelompok musik internasional. "Kami tidak saja membawa nama Samba Sunda tetapi nama Indonesia," ujar kang Imet, demikian Ismet Ruchimat biasa disapa dikalangan musisi Samba Sunda. Menurut Ismet, Samba Sunda adalah kelompok musik tradisional yang beraliran kontemporer karena selain memainkan alat musik gamelan, gendang, suling, kecapi, angklung dan gong, musisi Samba Sunda juga alat musik biola, gitar dan bahkan musik sintesaiser. Sejak bulan Juni lalu, kelompok Samba Sunda mengadakan lawatan ke beberapa negara di Eropa seperti Italia, Belanda pada Pasar Malam, Olso, Saint Florent, Perancis, Jerman dan Austria. Sementara untuk penampilannya di Kerajaan Inggris, kelompok musik itu mengikuti berbagai festival diantaranya Bath Festival, Salisbury Festival, Streatham Festival dan Lamer Tree Festival. Samba Sunda mulai dikenal tahun 1998, awalnya kelompok musik itu bernama "PRAWA", Kemudian pada tahun 1997 nama "PRAWA" diganti menjadi CBMW. Nama ini terus dipakai hingga beberapa saat setelah diluncurkanya album perdana yang bertema "Rhytmical in Sundanese People". "Dalam album itu, terdapat sebuah lagu yang berjudul Sambasunda. Kami merasa cocok dengan kata itu sehingga sampai saat ini nama Sambasunda terus dipakai sebagai identitas, "ujar Kang Imet. Menurut Kang Imet, Sambasunda yang berdomisili di kota Bandung selain mengelar pertunjukan di berbagai negara juga memiliki berbagai aktivitas seperti memproduksi rekaman, pelatihan, pertunjukan serta konservasi musik tradisi. Ruang lingkup aktivitas tidak hanya menampilkan karya musik tetapi juga seni pertunjukan lain, seperti tari dan teater. Seperti pada penampilan Rabu malam dihadapan sekitar 300 penonton, Sambasunda memadukan berbagai alat musik baik tradisional dan modern dengan menampilkan beberapa lagu dari album terbaru Rahwana`s Cry diantaranya Bubuka yang berarti The Opening, Kahayang, Dadalati, Tarakakino dan Magic Skin dan Sweet Talking. Bahkan vokalis Rita Tila juga mair bergoyang dan berjaipongan World Music Dalam perjalanan musik SambaSunda semakin mantap dengan konsep-konsep kolaborasi. "Album-album baru kami banyak mencerminkan perpaduan instrumen musik dari berbagai etnis yang berbeda, seperti Bali, Sumatra, India, Afrika, Finlandia, dan lain-lain, kami berupaya menuju suatu orientasi musik yang sedang populer saat ini dengan istilah "World Music"," demikian Ismet Ruchimat. Kehadiran SambaSunda tidak lepas dari peranan KAPA Production yang mensponsori perjalanan musisi Jawa Barat ini di beberapa negara di Eropa. Tidak saja musisi Indonesia Kapa Production juga mensponsori musisi dari India, Selandia Baru, Syria, Mali dan Argentina. Menurut Ismet, kemampuan awak Samba Sunda tidak hanya dilatarbelakangi pendidikan tradisi, tapi mereka juga ditunjang dengan pendidikan akademis di beberapa perguruan tinggi seni di Indonesia, bahkan diantaranya ada yang menjadi staf pengajar. Samba Sunda beberapa kali tampil dalam berbagai acara dalam negeri dan luar negeri, yang di antaranya tercatat sebagai Best Performance pada Multi Cultural Of Asian Music Festival di Colombo Sri Lanka pada tahun 1999. Menjelang pergantian tahun 2000-2001 i selain pentas di dalam dan luar negeri, kelompok Samba Sunda menghasilkan dua album yang berjudul Takbir dan Shalawat serta Magic Skin of Drums. Banyak orang mempersepsikan nama Sambasunda identik dengan musik latin, karena Sambasunda lebih populer dengan sebutan `Samba`. Sebenarnya nama Sambasunda diambil dari akronim `Samba` dan `Sunda`. Samba dalam ruang lingkup budaya Cirebon mempunyai pengertian remaja yang sedang `puber`. Sedangkan nama `Sunda` diambil dari nama `wilayah etnis` yang terdapat di pulau Jawa, tepatnya di wilayah Jawa Barat. "Sambasunda diartikan sebagai generasi muda yang penuh semangat moril dalam mengembangkan nilai luhur seni budaya Indonesia. Dalam salah satu repertoar yang tergabung dalam album "Rhytmical in Sundanese People", nama Sambasunda kami hadirkan dalam bentuk repertoar lagu, demikian Ismet Ruchimat. (*)

Copyright © ANTARA 2006