Kita perlu membangun EV ecosystem dari hulu. Dan ini PR untuk kita semua sebagai engineer.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Airlangga Hartarto mendorong para insinyur di kawasan ASEAN untuk terus mengembangkan ekonomi hijau (green economy) dan ekonomi biru (blue economy).

“ASEAN juga telah merumuskan dan mengembangkan berbagai inisiatif untuk mendukung penerapan ekonomi hijau melalui ASEAN Leaders’ Declaration on Developing Regional Electric Vehicle Ecosystem,” kata Airlangga, saat menyampaikan sambutan dalam The 41st Conference ASEAN Federation of Engineering Organization dipantau secara virtual di Jakarta, Rabu.

Deklarasi tersebut mendukung penerapan kendaraan listrik (EV) di negara-negara anggota dan memposisikan ASEAN sebagai pusat global industri EV dengan memanfaatkan sumber daya alamnya dan menciptakan ekosistem rantai pasok.

Menko Airlangga juga menjelaskan bahwa pengembangan ekosistem EV akan dapat mengurangi ketergantungan energi, terutama bahan bakar impor.

“Kita perlu membangun EV ecosystem dari hulu. Dan ini PR untuk kita semua sebagai engineer,” ujarnya.

Serupa dengan ekonomi hijau, ASEAN juga mengupayakan penerapan ekonomi biru. Para Menteri Dewan Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) telah mengadopsi ASEAN Blue Economic Framework pada AEC Council Meeting ke-23, dan selanjutnya juga diadopsi oleh para pemimpin pada KTT ke-43 ASEAN.

Selain itu, guna memfasilitasi pembangunan berkelanjutan, mendorong praktik ramah lingkungan, meningkatkan kesejahteraan sosial, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan, Indonesia juga menyelenggarakan ASEAN Indo-Pacific Forum (AIPF).

Lebih lanjut, Menko Airlangga menjelaskan AIPF memiliki serangkaian hasil nyata yang terdiri dari 93 proyek, dengan nilai agregat sekitar 38,2 miliar dolar AS yang dirancang untuk menyelaraskan dengan infrastruktur ramah lingkungan dan rantai pasok yang fleksibel, inovasi dan pembiayaan berkelanjutan, serta transformasi digital.

Upaya untuk mencapai perekonomian berkelanjutan juga dilakukan di tingkat nasional. Menko Airlangga menjelaskan bahwa biofuel di Indonesia akan terus dikembangkan berdasarkan aspek pendukungnya, tidak hanya biodiesel (bioetanol, HVO, bioavtur), tetapi juga produk minyak kelapa sawit (CPO) dan juga produk non-CPO.

Pengembangan ini dilakukan tidak hanya oleh perusahaan besar, tetapi juga melalui pemberdayaan berbasis masyarakat, tentunya dengan memenuhi spesifikasi konsumen, pemanfaatan produk samping biodiesel, dan pengembangan teknologi biofuel yang lebih canggih.

“Indonesia juga telah menjajaki potensi sel bahan bakar hidrogen. Hidrogen merupakan teknologi yang menjanjikan yang bisa digunakan tidak hanya untuk otomotif,” kata Airlangga.

Airlangga kembali menegaskan pentingnya pembangunan ekonomi berkelanjutan, karena menurut laporan Asian Development Bank (ADB), Asia Tenggara termasuk kawasan yang akan terdampak perubahan iklim secara tidak proporsional dan berpotensi kehilangan hingga 30 persen produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2050 akibat perubahan iklim. Perubahan iklim juga berdampak pada ketahanan pangan.

Untuk itu, keberlanjutan (sustainability) dalam segala aspek merupakan isu global. Pada Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun 2023, terdapat 16 Priority Economic Deliverables (PED) yang menggarisbawahi peran penting ekonomi berkelanjutan untuk masa depan yang berketahanan.

"Tujuan ini mencakup kerangka kerja yang lebih luas untuk: pengembangan electric vehicle (EV), peningkatan keuangan berkelanjutan, standarisasi implementasi SDGs, mempromosikan transisi energi, peningkatan interkonektivitas energi, dan kapitalisasi ekonomi biru," katanya lagi.
Baca juga: Airlangga: Ekonomi hijau jadi sumber baru pertumbuhan berkelanjutan
Baca juga: Insinyur ASEAN bahas kontribusi dukung ekonomi biru dan energi hijau

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023