Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat melalui tim pengamanan pembangunan strategis (PPS) mengawal 61 proyek strategis nasional dan daerah dengan nilai total pekerjaan mencapai Rp5,1 triliun.

"Jadi, terhitung sampai bulan ini, sudah ada 61 proyek strategis nasional dan daerah yang dikawal tim PPS dengan nilai total pekerjaan Rp5,1 triliun," kata Asisten Intelijen Kejati NTB I Wayan Riana di Mataram, Kamis.

Tujuan kejaksaan memberikan pengawalan, jelas dia, untuk mempercepat proses pekerjaan dengan mencegah terjadinya segala bentuk ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan (AGHT).

Dari 61 proyek strategis tersebut, Riana mengatakan bahwa tim PPS menemukan beberapa persoalan berkaitan dengan AGHT. Salah satunya, persoalan intimidasi dan penolakan yang datang dari kalangan masyarakat.

"Intimidasi ini memang banyak terjadi di daerah, itu masuk dalam pengawalan kami, karena intimidasi itu 'kan dapat menghambat pekerjaan," ujarnya.

Sebagai langkah penyelesaian dari persoalan demikian, tim PPS membantu pihak pelaksana proyek dengan melakukan mediasi di lapangan.

"Ya, kami dengarkan apa permintaan warga, kalau masalahnya mau mendapatkan pekerjaan, kami komunikasikan dengan pihak pelaksana proyek. Tentu, karena itu berkaitan dengan kualitas SDM, perusahaan selektif, ada kualifikasi," ucap dia.

Contoh lain masalah yang ditemukan di lapangan ada pada proyek pelebaran jalan provinsi di Kabupaten Lombok Utara.

"Waktu di sana, ada persoalan tiang listrik yang berada di lahan pekerjaan, pelaksana minta bantuan ke kami, kalau enggak dipindah (tiang listrik), proyek enggak bisa jalan. Hal itu yang kemudian kami komunikasikan dengan PLN," kata Riana.

Termasuk persoalan pembebasan lahan, tim PPS dapat melakukan penyelesaian melalui fungsi jaksa pengacara negara yang berada di bawah bidang perdata dan tata usaha negara (datun).

"Jadi, dalam tim PPS ini adalah jaksa gabungan, ada dari intelijen, pidsus (pidana khusus), dan datun. Kalau persoalan lahan, kami mintakan pendapat hukum dari datun," ucap dia.

Dalam upaya menyelesaikan persoalan AGHT, tim PPS mengetahuinya dengan rutin melakukan komunikasi bersama pihak pelaksana proyek.

"Jadi, secara berjangka, kami minta ekspose, lihat sejauh mana sudah progres, apa saja AGHT-nya," ujarnya.

Tidak hanya menyelesaikan persoalan AGHT yang datang dari luar, Riana mengatakan bahwa tim PPS juga memantau progres dari pekerjaan proyek.

"Sejauh mana progres pekerjaan, apakah sudah sesuai dengan perencanaan atau belum, ada deviasi atau tidak. Kalau ada persoalan seperti itu, kami utamakan pencegahan," ucap dia.

Namun, kata dia, apabila upaya pencegahan tidak juga dapat menyelesaikan permasalahan. Bahkan, mengakibatkan proyek tersebut tidak berjalan, dia memastikan tim PPS dapat menghentikan pendampingan proyek dan mengambil langkah hukum.

"Misal, ada temuan indikasi penyimpangan, seperti suap atau pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi, pendampingan kami hentikan, dan persoalan langsung kami serahkan ke pidsus," ujarnya.

Dari pengawalan 61 proyek strategis, tercatat pekerjaan yang menelan anggaran paling besar ada pada Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara I dengan nilai Rp4,4 triliun.

Pekerjaannya yang diminta untuk mendapatkan pengawalan tersebut berkaitan dengan 16 proyek strategis nasional. Tiga di antaranya berupa proyek pembangunan bendungan, yakni Bendungan Meninting, Bendungan Beringin Sila, dan Bendungan Tiu Suntuk.

Dengan adanya pengawalan proyek strategis, Riana memastikan tim PPS masih bisa menyelesaikan seluruh persoalan AGHT yang muncul.

"Jadi, semua proyek strategis yang ada di NTB, jalan semua, sejauh ini persoalan AGHT masih bisa diselesaikan," kata Riana.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2023