Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyarankan pemerintah untuk memperkuat perlindungan hukum dan meningkatkan upaya penegakan hukum mengingat perubahan iklim dapat memicu berbagai kerentanan di masyarakat.
 
Kepala Pusat Riset Hukum BRIN Laely Nurhidayah mengatakan masyarakat di wilayah yang terkena dampak perubahan iklim cenderung lebih rentan terhadap migrasi paksa, perdagangan manusia, dan kerja paksa.
 
"Melihat dari kerangka hukum dan kebijakan dalam perlindungan dari dampak perubahan iklim, saat ini belum ada hukum yang secara spesifik mengatur dampak dari perubahan iklim di Indonesia," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Kamis.
 
Laely mengungkap studi kasus tentang warga Desa Sri Wulan yang kehilangan lahan pertanian justru mendapatkan pekerjaan sebagai buruh di industri di Semarang, Jawa Tengah.
 
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menyatakan Indonesia adalah salah satu negara paling rentan terhadap dampak perubahan iklim.

Baca juga: BRIN sebut wilayah pesisir jadi area paling terdampak perubahan iklim

Baca juga: BRIN kaji kebijakan pajak karbon untuk turunkan emisi gas rumah kaca

 
Koordinator Direktorat Lingkungan Hidup Bappenas Anna Amalia menyebutkan sebanyak 199 kabupaten/kota yang terletak di wilayah pesisir terancam dampak perubahan iklim.
 
Selain itu, terdapat 40 kabupaten/kota mempunyai indeks kerentanan pesisir yang sangat tinggi. Kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim menyebabkan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir kehilangan tempat tinggal.
 
Anna mengungkap data sebanyak 11,65 juta orang yang masuk dalam kategori miskin di Indonesia menghadapi ancaman yang lebih tinggi dari dampak perubahan iklim.
.
"Tak hanya kerugian fisik, perubahan iklim juga berpotensi menghilangkan mata pencaharian, sehingga berpotensi menambah jumlah penduduk miskin di Indonesia," kata dia.
 
Lebih lanjut Anna menuturkan bahwa upaya mengatasi perubahan iklim memerlukan pemahaman tentang interaksi kompleks antara manusia dan alam melalui pendekatan multi disiplin berdasarkan kesetaraan dan keadilan gender.
 
Aksi terpadu dan kolaboratif dengan berbagai pihak, baik tingkat nasional maupun regional diperlukan dalam mewujudkan pembangunan berketahanan iklim untuk mengatasi dampak negatif dari perubahan iklim.
 
"Kesetaraan gender dalam pembangunan berketahanan iklim perlu dijabarkan secara konkrit dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk memastikan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di masyarakat bersifat inklusif, adil, dan berkelanjutan," ucap Anna.

Baca juga: BRIN: Perubahan iklim sebabkan tumbuhan punah

Baca juga: BRIN: Kebijakan harga karbon cara tepat kurangi emisi rumah kaca

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023