Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, program Prakerja saat ini menjadi salah satu program pelatihan berskala besar terbaik untuk meningkatkan kemampuan (skill) tenaga kerja Indonesia.

Meskipun penerima manfaat Prakerja baru mencapai 17,5 juta orang, program tersebut masih tetap menjadi salah satu cara terbaik dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) untuk memiliki kompetensi unggul dalam dunia kerja.

“Namun, Prakerja terbukti sebagai initial effort berskala besar, menggunakan mekanisme pasar, dan inklusif. Prakerja berkolaborasi dengan berbagai pihak, pemerintah dan swasta untuk mewujudkan hal ini,” kata Menko Airlangga dalam acara Diseminasi Riset Prakerja bertema “Continuous Improvement, Evidence-driven Decision Making” di Jakarta, Kamis.

Sebelum ada Prakerja, pelatihan dari seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) hanya berjumlah sekitar 870 ribu orang per tahun.

Pada 2045, diproyeksi jumlah tenaga kerja Indonesia akan mencapai 233 juta, dan berdasarkan data dari A.T. Kearney (2023) disebutkan bahwa 50 persen tenaga kerja Indonesia perlu dilatih. Hal itu berarti bahwa terdapat sekitar 117 juta tenaga kerja Indonesia yang perlu dilatih untuk mencapai target tersebut.

Menko Airlangga menjelaskan sebagai penunjang Prakerja, dalam mempersiapkan tenaga kerja yang unggul pemerintah saat ini juga telah mendirikan sentra digital (digital center) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Nongsa Batam serta Apple Academy.

Lalu ada program Kampus Merdeka yang salah satunya bekerja sama dengan IBM Academy yang menawarkan kelas pembelajaran untuk Hybrid Cloud dan Artificial Intelligence (AI).

“Pemerintah sudah mengeluarkan super deduction tax, karena kami tidak bisa bergerak sendiri, melainkan perlu kerja sama dengan swasta,” ujar Menko Airlangga.

Akan tetapi, pusat pelatihan tersebut mempunyai kapasitas atau kuota yang terbatas, sedangkan kalau melalui Prakerja sudah bisa melatih jutaan secara daring. Hal itu sejalan untuk merespon tren kerja hybrid.

Lebih lanjut, terkait skill-first policies, yang menekankan bahwa pendidikan atau gelar itu penting, namun pengembangan skill adalah yang utama untuk dapat bekerja dengan baik di tempat kerja.

Menurut Menko Airlangga, Prakerja merupakan eksperimen yang berhasil menjawab tiga poin utama terkait kebijakan pemerintah yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan skill masa depan angkatan kerja Indonesia, yaitu skill-first policies, yang fokus pada keterampilan bukan gelar, kemudian mendukung cara kerja hybrid yang merupakan kombinasi work from office dan work from home, dan mengembangkan keterampilan kecerdasan buatan (AI).

Menko Airlangga menceritakan bahwa Prakerja sempat terhambat karena adanya pandemi COVID-19 sehingga programnya diubah menjadi semi-bansos.

Pada kesempatan yang sama, Guru Besar FEB UI Bambang Brodjonegoro menilai sebelum ada Prakerja, 90 persen angkatan kerja Indonesia tak pernah tersentu dengan pelatihan bersertifikat. Hal itu sebenarnya cukup mengganggu produktivitas dari pekerja Indonesia.

"Syukurlah Prakerja sudah mulai unlock bottleneck tersebut meskipun jumlahnya baru 17,5 juta. Sehingga kita melihatnya dari sisi mana, positifnya ini sudah 17,5 juta yang merupakan jumlah cukup besar, barangkali lebih besar dari banyak negara di dunia," pungkasnya.

Baca juga: Di Forum APEC, Prakerja jawab tantangan dunia soal keterampilan hijau
Baca juga: Temu Alumni Banten wujudkan potensi unggul bersama Prakerja
Baca juga: Program Prakerja dinilai bangun kebiasaan belajar sepanjang hayat

 

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023