Wina (ANTARA) - Hampir 89.000 wanita dan anak perempuan terbunuh pada 2022 di seluruh dunia, angka tahunan tertinggi yang tercatat dalam dua dekade terakhir, menurut laporan penelitian terbaru yang dirilis oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (22/11).

Ringkasan penelitian yang diterbitkan oleh Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime/UNODC) dan UN Women menyatakan bahwa peningkatan kasus femisida (pembunuhan seorang perempuan oleh laki-laki karena kebenciannya terhadap perempuan) terjadi "terlepas dari penurunan jumlah pembunuhan secara keseluruhan."
 
 Pelajar dan guru menyertai kempen global "One Billion Rising" untuk menamatkan keganasan terhadap wanita dan kanak-kanak semasa sambutan Hari Valentine di sebuah sekolah di Manila, Filipina pada 14 Februari 2023. (Xinhua/Rouelle Umali)


Perbedaan kontras ini menggarisbawahi "realitas yang meresahkan bahwa rumah bukanlah tempat yang aman bagi wanita dan anak perempuan," menurut laporan tersebut.

"Jumlah kasus femisida yang mengkhawatirkan merupakan pengingat bahwa umat manusia masih bergulat dengan kesenjangan dan kekerasan terhadap wanita dan anak perempuan yang telah mengakar," kata Direktur Eksekutif UNODC Ghada Waly dalam sebuah pernyataan pada Rabu.

 Sebanyak 55 persen kasus femisida tahun lalu dilakukan oleh anggota keluarga atau pasangan intim, sementara 12 persen kasus pembunuhan dengan korban laki-laki terjadi di rumah. 
 

Orang ramai melawat pameran artis Palestin Kholoud al-Dasooqi di Kota Gaza, pada 11 Ogos 2020. Kholoud al-Dasooqi, seorang artis Palestin dari bandar Khan Younis di Semenanjung Gaza, telah membuka pameran dua harinya untuk mendedahkan keganasan terhadap wanita melalui berpuluh-puluh lukisan. (Foto oleh Rizek Abdeljawad/Xinhua)


 "Pemerintah harus berinvestasi di lembaga-lembaga yang lebih inklusif dan mempunyai instrumen yang baik untuk mengakhiri impunitas, memperkuat pencegahan, dan membantu para korban, mulai dari petugas garis depan hingga pengadilan, untuk mengakhiri kekerasan sebelum terlambat," imbuh Waly. 

Pewarta: Xinhua
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023