Lagarde melaporkan kepada Parlemen Eropa bahwa dalam beberapa kuartal terakhir terjadi stagnasi ekonomi di zona euro, yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti tingkat suku bunga yang makin tinggi dan lemahnya permintaan luar negeri.
Lagarde mengaitkan kontraksi tipis produk domestik bruto (PDB) riil zona euro pada kuartal ketiga dengan sejumlah faktor, termasuk "meluasnya dampak suku bunga yang makin tinggi, permintaan luar negeri yang lemah, serta berkurangnya daya dorong dari pembukaan kembali ekonomi pascapandemi."
Namun, Lagarde menyatakan optimisme akan kebangkitan ekonomi blok tersebut pada tahun-tahun mendatang.
Dia pun menyebut tentang penurunan lebih lanjut inflasi, pemulihan pendapatan rumah tangga, dan meningkatnya permintaan di kawasan tersebut.
Terkait inflasi, Lagarde mengakui bahwa upah akan terus memainkan peran penting dalam mendorong inflasi domestik.
"Tingkat dan durasi pembatasan yang tepat akan terus ditentukan dengan bergantung pada data, mengkaji prospek inflasi, dinamika inflasi yang mendasarinya, serta kekuatan transmisi kebijakan moneter," ujarnya.
Meskipun dia memperkirakan bahwa tekanan inflasi yang melemah akan terus berlanjut, "prospek jangka menengah untuk inflasi masih dikelilingi oleh ketidakpastian yang cukup besar," katanya.
Perihal kebijakan moneter, Lagarde menegaskan bahwa suku bunga kebijakan ECB di masa depan akan ditetapkan pada "tingkat yang cukup ketat selama diperlukan" guna memenuhi targetnya menurunkan inflasi ke angka 2 persen.
"Tingkat dan durasi pembatasan yang tepat akan terus ditentukan dengan bergantung pada data, mengkaji prospek inflasi, dinamika inflasi yang mendasarinya, serta kekuatan transmisi kebijakan moneter," ujarnya
ECB akan memastikan stabilitas harga, dan mendukung transisi hijau perekonomian zona euro, kata Lagarde.
Pewarta: Xinhua
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2023
