Jakarta (ANTARA) - Penyidik KPK dijadwalkan memeriksa mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Periode 2020-2021 Mochamad Ardian Noervianto di Lapas Sukamiskin untuk dimintai keterangan soal perkara suap pengurusan dana Pemulihan Ekonomi Nasional Kabupaten Muna di Kemendagri Tahun 2021-2022.

"Hari ini bertempat di Lapas Sukamiskin Bandung, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi Mochamad Ardian Noervianto (MAN selaku mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Ali menerangkan pada jadwal yang sama penyidik KPK akan memeriksa dua saksi lainn di Lapas Sukamiskin, yakni mantan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Muna Sukarman Loke dan La Ode Muhammad Ruadianto Emba.

Ketiganya merupakan terpidana dalam kasus suap pengurusan dana PEN di Kabupaten Kolaka Timur. Kasus tersebut tersebut terus dipelajari dan dikembangkan oleh penyidik KPK hingga berujung dengan kembali ditetapkannya Ardian sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional di Kabupaten Muna Tahun 2021-2022.

Baca juga: KPK tahan Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba
Baca juga: KPK kembali tetapkan eks Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri tersangka


Selain Ardian, KPK menetapkan tiga tersangka lain, yakni Bupati Kabupaten Muna La Ode Muhammad Rusman Emba (LMRE), Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar (LMSA) dan pemilik PT Mitra Pembangunan Sultra (MPS) La Ode Gomberto (LG).

Asep mengatakan penetapan empat tersangka tersebut merupakan bagian dari pengembangan penyidikan dalam kasus pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Tahun 2021 di Kabupaten Kolaka Timur.

"Kenapa ini disebut pengembangan penyidikan karena perkara serupa sudah ditangani lebih dahulu di Kolaka Timur," kata Asep.

Untuk diketahui, Ardian saat ini telah menyandang status sebagai terpidana dalam perkara penerimaan suap terkait persetujuan dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, Tahun Anggaran (TA) 2021.

Ardian dijatuhi hukuman penjara selama 6 tahun dan diwajibkan untuk membayar pidana denda sebesar Rp250 juta ditambah dengan pembayaran uang pengganti sebesar 131 ribu dolar Singapura.

Menurut Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Ardian terbukti melakukan perbuatan berdasarkan Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Ardian terbukti menerima Rp1,5 miliar dalam bentuk 131 ribu dolar Singapura dari Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya. Setelah Ardian menerima uang tersebut, ia lalu menerbitkan surat yang ditujukan ke Mendagri, yaitu surat No. 979/6187/Keuda pada 14 September 2021 mengenai Pertimbangan Atas Usulan Pinjaman PEN Kolaka Timur TA 2021 yang pada pokoknya menyatakan daerah tersebut dapat menerima pinjaman paling besar Rp151 miliar.

Namun, dana PEN tersebut tidak sempat cair karena Andi Merya terlebih dahulu diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK pada 21 September 2021 terkait penerimaan suap dana bencana alam yang dikelola BPBD Kolaka Timur.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023